Ilmu Komunikasi Islam Skip to main content

EVOLUSI HUMAS: BAGAIMANA PROFESI BERKEMBANG DAN KEMANA ARAHNYA

               Sebagai suatu aktivitas sosial, public relations muncul sejak adanya manusia di bumi ini. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia harus berinterkasi dengan sesamanya. Mereka saling bertukar barang (barter), kerja sama untuk bertahan hidup maupun menjalin relasi untuk reproduksi. Semuanya memerlukan kemampuan komunikasi untuk bernegosiasi. Inilah bentuk sederhana dari aktivitas public relations.                Dengan kata lain, aktivitas public relations sebenarnya selalu dilakukan manusia sehingga selalu hadir dalam kehidupan. Sifat selalu hadir ini yang disebut Suzane Hosley (2009) sebagai “ubiquitous nature of Public Relations”. “Prinsip-prinsip public relations telah diketahui, dipelajari, dan dipraktikkan sejak berabad-abad lamanya”. (Leahigh,   1993: 24). “public relations sama tuanya dengan peradaban, karena semua aktivitas nya adalah upaya untuk memersuasi. Banyak taktik persuasi yang digunakan sekarang telah digunakan oleh pemimpin masyarakat selama ribuan tahun “

Ilmu Komunikasi Islam


                                     
Bab 2
SUMBER ILMU KOMUNIKASI ISLAM

                                      sumber ilustrasi: Rubik - Okezone

A.    PENDAHULUAN
            Sebagai sebuah ilmu, komunikasi Islam memiliki sumber utama yang sangat potensial untuk digali, yaitu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun tidak terkumpul dalam satu tempat, tetapi bahan baku ilmu komunikasi Islam yang terdapat dibanyak tempat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sangat memungkinkan untuk memformat ilmu komunikasi Islam secara sistematis, sehingga menjadi ilmu yang mudah dimanfaatkan oleh akademisi dan masyarakat secara umum.
            Selain Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan ilmu-ilmu pendukung untuk memahaminya, kitab-kitab para ulama baik yang lama maupun kontemporer juga banyak yang bisa menjadi bahan baku yang bisa diolah untuk membangun ilmu komunikasi Islam.
            Sumber lain yang tidak kalah pentingnya dalam memformat ilmu komunikasi Islam adalah ilmu komunikasii yang telah berkembang cukup lama dan sudah semakin menunjukkan kemapanannya. Ilmu komunikasi umum ini sangat membantu upaya untuk memformat ilmu komunikasi Islam karena kaum Muslimin diajarkan untuk terbuka menerima kebenaran dari sumber manapun datangnya. Dan, penulis meyakini bahwa semakin akurat sebuah penelitian tentang ilmu komunikasi, maka akan semakin membantu peneliti komunikasi Islam dalam mematangkan ilmu komunikasi Islam karena kebenaran Islam tidak akan menolak atau bertolak belakang dengan ilmu pengetahuan. Kaidah utama agama Islam dalam memandang ilmu penegtahuan adalah akomodatif, bahkan tidak akan ada penelitian ilmiah yang betul-betul akurat hasilnya yang bertentangan dengan ajaran Islam.

B.     SUMBER-SUMBER KOMUNIKASI ISLAM

1.      Al-Qur’an
            Definisi Al-Qur’an dari kata qara’a ( ﻗﺮأ )yaqra’u   (ﻳﻗﺮأ)qira’atan (ﻗﺮاءة) – wa qur’anan (ﻗﺮآﻧﺎ).  Kata qara’a ( ﻗﺮأ ) berarti menghimpun dan menyatukan. Jadi menurut bahasa, Al-Qur’an adalah himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang menjadi satu ayat, himpunan ayat-ayat menjadi surat, himpunan surat menjadi mushaf Al-Qur’an. Di samping bermakna menghimpun, Al-Qur’an dengan akar kata qara’a, bermakna tilawah atau membaca. Jika kedua makna bahasa ini dipadukan, maka Al-Qur’an artinya adalah himpunan huruf-huruf dan kata-kata yang dapat dibaca. Makna Al-Qur’an seperti ini diisyaratkan oleh surat-surat dalam Al-Qur’an yang dimulai dengan huruf-huruf yang terpenggal-penggal seperti alif-lam-mim, alif-lam-ra, kaf-ha-ya’-‘ain-shad, dan sebagainya.
            Menurut Ibnu Katsir (w.774 H), huruf-huruf yang terpenggal-penggal itu mengisyaratkan bahwa Al-Qur’an adalah berasal dari huruf-huruf itu. Tetapi ketika sudah turun menjadi Al-Qur’an, susunan huruf tersebut tidak hanya mengandung makna tetapi mengandung mukjizat yang tidak bisa ditandingi oleh siapa pun. Dan, Al-Qur’an adalah mukjizat terbessar dan abadi yang dianugerahkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Ketika menjadi terminologi untuk kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, maka Al-Qur’an di definisikan sebagai:
     وﺗﻪ ﺑﺘﻼ اﳌﺘﻌﺒﺪ ﺗﺮ ﻟﺘﻮا ﺑﺎ اﳌﻨﻘﻮل ﺣﻒ اﳌﺻﺎ ب اﳌﻜﺘﻮ اﻟﻨﱯ ﻋﲆ اﳌﻨﺰ اﳌﻌﺠﺰ اﻟﻜﻼم 

“Firman Allah SWT yang menjadi mukjizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh manusia, diturunkan kepada Rasulullah SAW yang tertulis dalam mushaf, diturnkan ke generasi berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan berpahala besar”.
Definisi di atas mengandung lima makna penting:
1.      Al-Qur’an adalah firman Allah SWT (QS. An-Najm (53): 4) Yang Mahamulia dan Maha Agung.
2.      Al-Qur’an adalah Mukjizat, tidak ada kata dan bacaan yang mampu menandinginya.
3.      Al-Qur’an itu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu kedalam hatinya melalui malaikat Jibril a.s (QS. 26: 192).
4.      Al-Qur’an disampaikan secara mutawatir.
5.      Membaca Al-Qur’an bernilai ibadah, bahkan setiap huruf diganjar oleh Allah dengan sepuluh kebaikan.
Sebagai sumber yang autentik dan isinya yang mengandung mukjizat, maka Al-Qur’an adalah kitab yang paling layak untuk menjadi sumber utama ilmu komunikasi Islam dan sangat potensial memberikan kontribusi positif dalam perkembangan ilmu komunikasi secara umum.

C. Fungsi Al-Qur’an

1.      Al-Qur’an sebagai Huda (Petunjuk)
            Al-Qur’an seolah-olah GPS yang berfungsi memandu manusia dalam perjalanan mengarungi kehidupan agar sampai tujuan dengan selamat. Diantara aktivitas yang sangat memerlukan panduan Al-Qur’an adalah komunikasi, karena setiap manusia sangat tergantung kepadanya dalam menjalani kehidupan ini, bahkan sebelum mereka lahir di muka bumi.
Banyak sekali ayat-ayat yang memberikan isyarat tentang komunikasi. Ayat-ayat tersebut memandu kita untuk saling berkomunikasi intensif dengan Allah, berkomunikasi dengan sesama manusia, serta berkomunikasi dengan diri sendiri.
            Sejak diciptakan manusia pertama, Adam ‘alaihissalam, Allah SWT telah membekali beliau denan modal untuk berkomunikasi. Modal yang diberikan oleh Allah kepada Adam adalah asma (kosa kata) yang merupakan modal dasar manusia untuk berkomunikasi (QS. Al-Baqarah (2): 31-33).
            Bahkan Allah menyatakan bahwa di antara tujuan keberadaan manusia di muka bumi ini adalah untuk saling membangun komunikasi dengan seluruh manusia, tanpa membedakan ras, suku, warna kulit, bangsa, dan lain-lain.

2.      Al-Qur’an sebagai Furqan
            Selain sebagai petunjuk, Al-Qur’an juga memiliki sifat al-furqan (pembeda). Al-Qur’an dengan sifatnya sebagai al-furqan (pembeda), memang diturunkan untuk mempertegas hal-hal yang tidak disepakati oleh manusia, yaitu penentuan mana yang baik dan mana yang buruk. Al-Qur’an sebagai al-furqan menunjukkan kepada manusia mana yang baik dan mana yang tidak baik, mana yang halal dan mana yang haram.
            Sifat Al-Qur’an sebagai sebagai furqan menegaskan bahwa ada hal yang menjadi ciri khas kaum Muslimin yang membedakannya dengan selain mereka. Ciri khas ini akan menjadi pembeda sekaligus tanda pengenal bahwa seseorang adalah seorang Muslim.
            Kekhasan Islam secara umum tersebut juga termanifestasikan dalam ajaran-ajaran yang bersifat khusus seperti ilmu komunikasi.
            Di antara kekhasan Islam dalam ilmu komunikasi Islam adalah: meyakini bahwa komunikasi adalah bagian daripada ibadah kepada Allah, bukan sekedar untuk kepuasan diri dan menyenangkan orang lain.
            Dengan kayakinan ini seorang mukmin menjadi semangat untuk membangun komunikasi yang positif dan takut melakukan tindakan yang merusak.
            Pesan-pesan yang baik (kalimat thayyibah) yang disampaikan seseorang memiliki kekuatan menembus relung hati manusia dan bahkan membuahkan hasil yang menakjubkan.
            Di antara bentuk kekhasan komunikasi Islam adalah mewujudkan rasa selalu diawasi oleh malaikat saat mengucapkan kata-kata. Bahwa setiap perkataan kita diawasi dan dicatat oleh para malaikat. Allah berfirman:
مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ۬ (١٨)  
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir”. (QS. Qaf (50): 18).
Dua contoh di atas hanyalah kekhasan yang bersifat global, sedangkan perinciannya sangat banyak.

3.      Al-Qur’an sebagai Syifa’
            Syifa’ artinya obat. Sakit biasanya disebabkan oleh bertemunya dua faktor pada diri seseorang: faktor melemahnya kondisi tubuh dan adanya faktor pemicu dari luar diri, seperti berubahnya kondisi alam dan menularnya wabah penyakit. Sebagaimana tubuh, hati juga akan mengalami sakit oleh dua kondisi di atas. Jika iman sedang lemah dan godaan di luar besar, biasanya hati akan hancur lebur.
            Di antara faktor luar yang membuat manusia sakit adalah faktor komunikasi. Komunikasi yang tidak baik bisa melukai hati, menyebabkan permusuhan bahkan pertumpahan darah. Adapun perkataan yang indah bisa membuat suasana damai, mengobati hati yang luka, dan menjadi penyebab terjalinnya persaudaraan yang kukuh.

4.      Al-Qur’an sebagai rahmat
            Kata rahmah, marhamah, dan Rahum mengandung beberapa pengertian, di antaranya dipakai untuk makna kelembutan (riqqah), empati (tha’aththuf), memberikan maaf (maghfirah), penyayang (hanan), kenabian, rezeki, dan lokasi yang subur. Istilah tawashau bi al-marhamah
(ﺑﺎﳌﺮﲪﺔ ﺗﻮاﺻﻮا) artinya saling mengingatkan untuk menyayangi orang lemah dan memberikan sentuhan kelembutan. Adapun makna etimologi rahmatan lil’alamin ( ﻟﻠﻌﺎﳌﻴﻦ رﲪﺔ) artinya memiliki empati dan sikap yang baik terhadap seluruh makhluk di alam semesta. Seluruh bentuk kebaikan dan segala hal yang bermanfaat untuk manusia di dunia ini maupun di akhirat masuk dalam kategori rahmat.
            Komunikasi yang mampu menghubungkan apa yang kita maksud dengan apa yang ditangkap oleh orang lain adalah rahmat besar dari Allah terhadap manusia. kita tidak dapat membayangkan bagaimana kita akan hidup dengan nyaman andaikan apa yang kita maksudkan selalu tidak sama dengan apa yang orang lain maksudkan? Ketika kita berbicara cinta ternyata yang dipahami oleh pendengar adalah benci, di saat kita mengungkapkan rasa bahagia ternyata dipahami oleh orang bahwa kita sedang dirundung kemalangan.

2.   As-Sunnah
Selain Al-Qur’an, kita juga dianugerahi panduan teknis bagaimana melaksanakan panduan umum yang terdapat dalam A-Qur’an. Panduan teknis itulah yang disebut dengan As-Sunnah.

Definisi As-Sunnah
            Ulama Hadis sepakat bahwa arti kata dasar kata as-Sunnah yang berkaitan erat dengan Hadis berkisar pada dua makna berikut:
1.      Al-Sirah au al-Thariqah, Hasanah am Sayyiah, Sirah dan Thariqah yang berarti jalan kehidupan atau metode, yang baik ataupun yang buruk.
2.      Al-thariqah al-mahmudah al-mustaqimah Al-thariqah al-mahmudah al-mustaqimah, yaitu jalan kehidupan atau metode yang lurus dan terpuji.
            Pada dasarnya, kedua makna ini sama, tidak ada perbedaan yang signifikan, hanya berbeda dari sudut pandang. Makna pertama adalah makna umum yang mencakup  segala bentuk jalan kehidupan, cara/metode yang baik atupun yang buruk. Adapun makna kedua memiliki pengkhususan hanya pada hal-hal yang bersifat baik dan terpuji saja.
Dalam terminology Muhadditsin As-Sunnah didefinisikan sebagai berikut:

 ٬ ﺳﻴﺮۃ  أو ﺧﻠﻔﺔ  ﺻﻔﺔ أو  ﻳﺮ ﺗﻘﺮ  أو ﻓﻌﻞ  أو ل ﻗﻮ ﻣﻦ وﺳﻠﻢ  ﻋﻠﻴﻪ  ﺻﲆ اﻟﻨﱯ ﻋﻦ أﺛﺮ  ﻣﺎ »
                                                                      « ﻫﺎ ﺑﻌﺪ أو  اﻟﺒﻌﺜﺔ  ﻗﺒﻞ  ﻛﺎن  ﺳﻮء


“Sesuatu yang didapat dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat jasmani atau perilaku serta sirah beliau sebelum atau sesudah diutus.
Dengan definisi tersebut para muhadditsin ingin memosisikan Rasulullah SAW sebagai sosok yang harus diikuti dalam segala aspek kehidupannya.

Fungsi Sunnah
            Fungsi Sunnah adalah sebagai tafsir bagi Al-Qur’an, mengungkap rahasia yang dikandungnya, dan menjelaskan kehendak Allah SWT dalam perintah-perintah-Nya atau larangan-larangan-Nya. Al-Qur’an sangat membutuhkan Sunnah, karena tanpa Sunnah banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang sulit untuk difahami, dan tidak bisa dimengerti maksudnya, tetapi tidak demikian sebaliknya, karena walaupun tanpa Al-Qur’an as-Sunnah sudah bisa dipahami dengan sendirinya.
            Sunnah berdasarkan definisi etimologi, terminology, dan fungsi sebagaimana disebutkan di atas bisa diibaratkan sebagai pemandu teknis dan peretas jalan. Rasulullah adalah peretas jalan dan pemandu bagaimana menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan nyata. Dalam konteks komunikasi, Rasulullah adalah peretas jalan dan pemandu yang menjadi contoh orang setelahnya untuk menerapkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi yang dibangun oleh Nabi dengan keluarganya, teman dekatnya, dan dengan seluruh manusia adalah bahan baku yang sangat kaya untuk dikembangkan menjadi kajian ilmu komunikasi Islam.

3.      Kitab-kitab Para Ulama
            Selain Al-Qur’an dan Hadis, Ilmu pengetahuan Islam secara umum dan ilmu tentang akhlak dan adab secara khusus sangat kaya dengan bahan yang bisa dikembangkan untuk memperkaya bangunan ilmu komunikasi Islam.
            Diantara kitab-kitab yang sangat bermanfaat untuk dijadikan sumber dan referensi adalah kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Abu Hamid al-Ghazali, Minhaj al-Qashidin karya al-Maqdisi, Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi, Afat al-Lisan fi Dhau Al-Qur’an wa As-Sunnah karya Said bin Ali bin Wahf Al-Qathani, Adab al lisan karya Abu Anas majid al-Nabkani.

4.      Ilmu Komunikasi
            Ilmu komunikasi pada dasarnya mempunyai ciri yang sama dengan pengertian ilmu secara umum. Yang membedakannya adalah pada objek kajiannya, di mana perhatian dan telaah difokuskan pada peristiwa-peristiwa komunikasi antarmanusia. Secara umum ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses dan pengaruhnya yang dapat dilakukan secara rasional dan sistematis, serta kebenarannya dapat diuji.
            Mengenai hal itu Berger & Chafee (1987) menyatakan bahwa ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.
Pengertian di atas memberikan tiga pokok pikiran utama:
1.      Objek pengamatan yang menjadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia.
2.      Ilmu komunikasi bersifat ilmiah empiris (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk teori-teori) harus berlaku umum.
3.      Ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses, dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang.
Ilmu komunikasi sangat bermanfaat dalam membangun ilmu komunikasi Islam. Dalam membangun ilmu komunikasi Islam kita sangat memerlukan ilmu komunikasi umum.

DAFTAR PUSTAKA: HARJANI, HEFNI. 2015. KOMUNIKASI ISLAM. JAKARTA: PT FAJAR INTERPRATAMA MANDIRI

Comments

Popular posts from this blog

FAKTOR MANUSIA DALAM HUMAN RELATIONS

FAKTOR MANUSIA DALAM HUMAN RELATIONS        Selamat datang di blog saya. Kali ini saya akan memberikan informasi yang mudah-mudahan bisa membantu para pembaca dalam menambah referensi dan wawasan. ohh iyaa... jangan lupa bagi temen-temen yang ingin tulisan ini atau tulisan yang lainnya, inbox aja lewat email hikmah yah... ok langsung cek aja                                      sumber gambar: Ilmu Psikologi          Titik sentral human relations adalah manusia. dan titik sentral human relations dalam organisasi kekaryaan adalah karyawan. Manusia karyawan ini harus ditinjau dari segi manusiawinya. Untuk mempraktekkan human relations, seorang pemimpin perlu sedikit banyak mempelajari sifat tabeat manusia karyawan tadi. Meskipun tidak secara mendalam, pemimpin oraganisasi perlu memahami mengapa para karyawan satu sama lainnya berbeda dalam tabeat dan tingkah-lakunya; dan perlu mengetahui bagaimana tingkah laku mereka dalam hidup berkelompok dan bermasyarakat.               Bahwa m

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI ANDALUSIA

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI ANDALUSIA                           Asbania atau Iberia yang saat ini dikenal dengan kerajaan Spanyol, semula berasal dari wilayah kekuasaan bangsa Vandal, yang kemudian oleh bangsa Arab disebut Andalusia. Andalusia pada abad ke-2 sampai dengan abad ke-5 M menjadi wilayah Kekaisaran Romawi, tetapi kemudian di taklukan oleh bangsa Vandal pada abad ke-5 M. Selanjutnya datanglah bangsa Vandal sampai ke Afrika.             Pada awalnya kerajaan bangsa Gothia ini kuat sekali, namun kemudian timbul perpecahan dikalangan bangsa itu hingga pada akhirnya kejayaan kerajaan itu memudar dan mengalami kemunduran. Setelah Raja Gothia meninggal pada tahun 710 M, dia digantikan oleh Roderick. Seorang penguasa zalim yang tidak disukai bahkan oleh rakyatnya sendiri. Sehingga para puteri Witiza bekerja sama dengan Graff Yulian yang sama-sama memusuhi Roderick meminta bantuan kepada Musa bin Nushair, gubernur Mu’awiyah di Afrika untuk membebaskan mereka dari tangan Roderick.