Sebagai suatu aktivitas sosial, public relations muncul sejak adanya manusia di bumi ini. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia harus berinterkasi dengan sesamanya. Mereka saling bertukar barang (barter), kerja sama untuk bertahan hidup maupun menjalin relasi untuk reproduksi. Semuanya memerlukan kemampuan komunikasi untuk bernegosiasi. Inilah bentuk sederhana dari aktivitas public relations. Dengan kata lain, aktivitas public relations sebenarnya selalu dilakukan manusia sehingga selalu hadir dalam kehidupan. Sifat selalu hadir ini yang disebut Suzane Hosley (2009) sebagai “ubiquitous nature of Public Relations”. “Prinsip-prinsip public relations telah diketahui, dipelajari, dan dipraktikkan sejak berabad-abad lamanya”. (Leahigh, 1993: 24). “public relations sama tuanya dengan peradaban, karena semua aktivitas nya adalah upaya untuk memersuasi. Banyak taktik persuasi yang digunakan sekarang telah digunakan oleh pemimpin masyarakat selama ribuan tahun “
MASYARAKAT ISLAM MASA NABI
Dakwah Nabi Muhammad berada 2 tempat strategis, Makkah dan Madinah. Awal dakwah Nabi Muhammad bisa dikatakan penuh tantangan dan duri, namun ketangguhannya menyingkirkan itu semua. Hal ini terbukti dengan banyaknya cara yang digunakan Nabi untuk meyakinkan para penduduk Makkah terhadap ajaran yang dibawanya Islam. Mulai dari cara person to person yang menghasilkan kader-kader professional di masa mendatang- identic dengan dakwah bil sirri- sampai memberikan dakwah bil jahri yang berdampak pada perjanjian atau bai’at- baik[1] aqabah I dan II- yang merupakan alasan mendasar terjadinya hijrah Nabi ke madinah.
A.
MASYARAKAT
ISLAM MAKKAH
Sekitar tahun
571 M lahirlah seorang anak lelaki di dalam suku Quraisy. Suku Quraisy ialah
suatu suku yang terhormat kedudukannnya, karena merekalah yang menjadi
pelindung Ka’bah. Anak tadi diberi nama oleh ibunya,yang untuk selama-lamanya
tidak dapat dipastikan kebenarannya. Di dalam Al-Qur’an ia bernama Muhammad,
dan suatu kali disebut Ahmad yang artinya “orang yang dijunjung tinggi”[2].
Akan tetapi, dengan perkawinan
beliau pada usia dua puluh lima tahun dengan seorang janda kaya dan bangsawan,
Khadijah namanya, yang lima belas tahun lebih tua, maka Muhammad-pun naiklah ke
atas panggung sejarah yang jelas. Khadijah juga termasuk suku Quraisy dan
mempunyai usaha perdagangan sendiri, karena ia adalah janda dari seorang
pedagang kaya. Khadijah menerima Muhammad bekerja dalam perusahaannya. Selama
Khadijah yang mempunyai pribadi yang kuat dan tabiat yang mulia masih hidup,
maka selama itu Muhammad selalu menjauhkan diri dari pergaulan wanita-wanita
lain.
Pada suatu saat, ketika ia menyendiri, lantaran kesangsian yang timbul dalam hatinya dan rindu kepada kebenaran, Muhammad mendengar satu suara yang memerintahkan: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menjadikan kamu!” (Qur’an 96:1). Inilah wahtu yang pertama dan dengan demikian Muhammad menerima kenaikan sebagai Rasul Allah. Setelah wahyu yang pertama itu berhenti kemudian turunlah wahyu yang kedua, dan pada saat inilah karena tekanan emosi yang besar, Nabi lari ke rumah dengan mengatakan kepada istrinya supaya tubuhnya diselimuti, tetapi ketika itu pula terdengarlah suara yang mengatakan: “hai orang yang berselimut. Bangunlah dan berikanlah peringatan kepada umat manusia!” (Qur’an 74:1)
Suara yang
turun itu berubah-ubah, kadang-kadang sebagai dengungan lonceng, yang kemudian
mebulat menjadi satu suara, dan orang percaya, bahwa suara itu adalah suara
malaikat jibril. Ajaran apa yang disebarkan oleh Nabi Muhammad saw. adalah
serupa dengan ajaran nabi-nabi Ibrani dari Injil Perjanjian lama: hanya ada
satu Tuhan; Ia Maha Kuasa; Ia pencipta seluruh alam; ada satu hari pengadilan
di akhirat berbahagialah orang di dalam surge jika tawakal kepada
perintah-perintah Allah, dan beroleh siksaan berat di dalam neraka jika ia
ingkar kepada perintah-perintah itu. Inilah pokok-pokok utama dari ajaran yang
disebarkan Nabi Muhammad[1].
Muhammad tidak berpikir bahwa ia
menemukan agma baru (Karen Armstrong, 2005), tetapi ia sadar mengarahkan
keyakinan lama masyarakat Arab menuju keesaan Tuhan, yang memang sebelumnya
tidak pernah memiliki seorang Nabi. Tidak benar bila hal ini bertujuan demi
keuntungan pribadi, demikian Muhammad menegaskan, tetapi bertujuan untuk
berbagi kekayaan dan menciptakan suatu masyarakat di mana yang lemah dan rapuh
diperlakukan dengan hormat.
Makkah merupakan kota penting pada
waktu itu baik dikarenakan tradisi maupun kedudukannya. Ajaran Nabi Muhammad-Islam-
disamping berhadapan dengan agama politeisme yang telah mengakar kuat juga
harus melawan oposisi dari pemerintahan oligarki bukanlah ajaran baru bagi
masyarakat padda waktu itu. Hal ini terbukti dengan banyaknya kesamaan esensi
dalam hal ibadah, misalnya dalam hal puasa, shalat. Kesamaan ritual inilah yang
menjadi salah satu penyebab ketertarikan masyarakat Makkah terhadap ajaran Nabi,
meskipun oleh sebagian kelompok masyarakat ajaran Nabi Muhammad dianggap
merusak tatanan masyarakat kesamaan ritual yang dimaksud dapatlah kiranya
dipahamai secara jelas di bawah ini[2]:
No
|
Ritual sebelum Islam
|
Masa Islam
|
Keterangan
|
1.
|
Persaudaraan klan
|
Pemberian zakat
|
Ritual pemberian zakat identik untuk
menguatkan persaudaraaan klan di antara mereka.
|
2.
|
Haji
|
Haji
|
Hanya berbeda pada tataran niat dan tujuan.
|
3.
|
Menyembah berhala
|
Shalat
|
Terdapat kesamaan pada tujuan penyembahan.
|
Selain
kesamaan ritual di atas, ketertsrikan masyarakat terhadap Islam juga disebabkan
inti ajaran Islam itu sendiri, yaitu masalah keesaan tuhan, penghapusan
patung-patung berhala, keawajiban menusia beribadah kepada Tuhan Yang Maha
Pencipta. Dengan kata lain, Islam merupakan agama yang mengingatkan pada hal
yang alami, kebutuhan asli manusia.
Adapun anggapan pengrusakan tatanan
masyarakat yang dianut oleh kalangan the have (bangsawan) inilah yang
menyebabkan terjadinya benyak konflik baik terhadap pribadi Nabi maupun
pengikutnya yang mengharuskan Nabi mengambil tindakan guna kebaikan bersama.
Rincian konflik dapat dilihat di bawah ini[1]:
No
|
Konflik/tekanan yang dihadapi
|
Tindakan Nabi
|
1.
|
Cara halus yang berbentuk bujukan diplomatik
melalui pamannya.
|
Ditolak denganpenuh keyakinan dengan
mengatakan “Meskipun matahari diletakkan di tangan kanan saya dan bulan di
tangan kiri saya dan saya disuruh memilih untuk meninggalkan tugas dakwah ini
biar Allah sendiri yang memenangkannya nanti atau saya mati dalam tugas ini
niscaya saya tidak akan surut.
|
2.
|
Cara kasar salah satu contohnya dengan
meletakkan kotoran manusia di depan rumah Nabi atau ketika beliau shalat
seperti yang dilakukan Uqbah dari Bani Syams.
|
Selalu tersenyum dan langsung membersihkan
tanpa merasa sakit hati.
|
3.
|
Pemboikotan terhadap Bani Hasyim selama 3
tahun.
|
Menghadapi dengan sabar.
|
4.
|
Penyikasaan terhadap pengikut dari kaum
lemah seperti Bilal.
|
Memerintahkan para sahabat untuk hijrah
salah satunya ke raja Najasyi.[2]
|
Fenomena pro kontra tersebut
setidaknya dilatar belakangi adanya faktor sosial dan ekonomi an sich. Para
bangsawan belum siap untuk menjajarkan kedudukannya dengan sekelompok
masyarakat yang selama ini dianggap budak selain adanya “larangan menyembah
berhala” yang notabene itu adalah salah satu sumber penghidupan mereka.
Khadijah bisa dikatakan sebagai
orang makkah pertama yang masuk Islam bukan kerena beliau istri Nabi namun
lebih dikarenakan kebenaran ajaran yang dibawa sang suami yang telah di ta;kid
pamannya warqah. Adapun kerluarga Nabi adalah Ali, Zaid, 4 anak perempuan Nabi.
Adapun dari luar keluarga Nabi adalah Atiq bin Usman yang dikenal dengan Abu
Bakar. Masuknya Abu Bakar ini membawa dalam diri Nabi seperti yang dikatakannya
“Aku tidak pernah mengajak orang agar menerima Islam tapi dia menunjukkan
penolakan, kecurigaan dan keraguan kecuali Abu Bakar ketika kukatakan padanya
tentang Islam dia sama sekali tidak ragu. Masuknya Abu Bakar setidaknya juga
berperan dalam dakwah Islam terbukti dengan masuknya beberapa orang atas ajakannya
seperti abu Ubaidah bin al-Haris, Abu Salamah bin Abdul Asad, al-Arqam bin
al-Arqam, Usman bin Ma’zun, Qudamah bin Ma’zun, Sa’id bin Yazid dan isitrinya
(saudara Umar bin Khattab), Asma dan Aisyah[3].
Meskipun negara Islam pertama adalah
Madinah, namun kontribusi kader-kader Makkah tidaklah dapat diabaikan. Hal ini
dikarenakan pembentukan pribadi Muslim Makkah yang merupakan cikal bakal
tumbuhnya masyarakat Islam tidaklah dapat diabaikan. Sehingga dapatlah
dikatakan bahwa Makkah merupakan benih unggulan sedangkan Madinah merupakan
lahan subur yang keduanya mampu menciptakan suatu negara Islam.
A.
MASYARAKAT
ISLAM MADINAH
Dakwah Nabi kepada penduduk Madinah
lebih singkat daripada masa dakwah di Makkah yang memakan waktu 10 tahun. Namun
demikian, Nabi berhasil memperoleh pengikut yang lumayan banyak. Banyaknya
pengikut dari Madinah bisa jadi disebabkan faktor-faktor berikut ini;
- Penduduk negeri itu lebih dekat pada agama Samawi karena senantiasa mendengar dari orang-orang Yahudi yang ada disana tentang Allah, wahyu dan hari bangkit, surga dan neraka.
- Menurut Ibn Hisyam, bahwa di Yatsrib terus menerus terjadi peperangan antara orang Yahudi dengan Arab. Apabila orang Arab menang maka orang Yahudi berkata, Telah dekat masanya bahwa Nabi yang bertemu dalam kitab kami akan diutus oleh Tuhan apabila ia telah diutus Tuhan kami akan mengikutinya dan kami akan mendapatkan kemenangan atas kamu.
- Di Yatsrib terjadi perselisihan antara kaum Aus dan Khazraj. Masing-masing mencari seseorang yang dapat mempersatukan kembali agar menjadi kuat[4].
Keberhasilan tersebutlah yang
memantapkan keputusan Nabi untuk hijrah yang sekaligus mamlu merubah wajah
dunia masa itu. Banyaknya pengikut ajaran Nabi merupakan satu-satunya alasan
untuk hijrah ke Madinah sehingga diyakini dapat menerapkan ajaran Islam secara
utuh. Keputusan hijrah Nabi bisa jadi bukan hanya untuk menghindarkan diri dari
banyaknya tekanan yang diperoleh namun juga untuk mencari massa sehingga dapat
digunakan untuk mendirikan suatu negara yang selanjutnya dapat dijadikan
sebagai tameng atau sebuah benteng pertahanan. Hijrah Nabi ke Madinah
setidaknya membentuk 3 kelompok masyarakat yaitu, (1) Muhajirin, orang yang
berpindah dengan membawa agama mereka dari Makkah ke Madinah, (2) kaum Anshar,
penduduk Madinah asli yang telah memeluk agama Islam, (3) Yahudi, sisa-sisa
Bani Israel dan orang-orang Arab yang memeluk agama Yahudi. Dalam perjalanan
selanjutnya, Nabi membentuk suatu ikatan keluarga baru yang didasari oleh agama
bukan kesukuan. Untuk merealisasikannya maka Nabi melakukan[5]:
No
|
Tindakan/Strategi
|
Maksud
|
Contoh
|
1.
|
Membangun masjid
|
Mendirikan suatu tempat yang tidak dipunyai
oleh kabilah ini atau kabilah lain, tidak hanya tempat untuk bertemunya suatu
keluarga tertentu tapi beliau bermaksud membina suatu tempat yang akan
dikunjungi oleh seluruh kaum muslimin ketika itu.
|
Kala itu masjid digunakan sebagai bali
pertemuan, baik untuk bercakap-cakap, mendengarkan syair atau membicarakan
urusan perekonomian.
|
2.
|
Mempersaudarakan di antara kaum muslimin
(al-Anfal: 72)
|
Untuk mengeratkan hubungan antara suku Aus
dan Khazraj mendekatkan hubungan antara kabilah-kabilah kaum Muhajirin.
Menghilangkan kesepian lantaran meninggalkan kampung halaman dan menghibur
karena berpisah dengan keluarga. Persaudaraan ini menghasilkan keluarga Islam
yang terdiri dari bermacam-macam kabilah dan unsur.
|
Nabi Muhammda mengambil Ali ibn Abi Thalib
sebagai saudaranya, Hamzah-paman beliau-bersaudara dengan Zaid anak angkat Nabi,
Abu Bakar bersaudara dengan Charidjah Ibnu Zuhair, Umar bin Khattab
bersaudara dengan Itban Ibnu Malik al-Zhazdraj dan lainnya (al-Imron: 103).
|
3.
|
Perjanjian antara Kaum Muslimin dan bukan
Muslimin
|
Memberikan wawasan pada kaum muslimin waktu
itu tentang bagaimana cara bekerjasama dengan penganut bermacam-macam agama
ketuhanan yang lain yang pada akhirnya menghasilkan kemauan untuk berkerja
bersama-sama dalam upaya mempertahankan agama.
|
Adapun isi perjanjian adalah sebagai
berikut: Atas nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, bahwa inilah
surat dari Nabi Muhammad tentang perjanjian antara Mukminin dan Muslimin dari
suku Quraisy dan antara penduduk Yatsrib beserta pengikut-pengikut yang
menggabungkan diri kepada mereka dan berjihad bersama-sama……….
|
4.
|
Suri tauladan yang baik
|
Untuk mensukseskan ke-3 strategi di atas
maka dibutuhkan suatu panutan yang harusnya diikuti sehingga tidak salah
jalan dan sumber itu adalah Rasulullah sendiri.
|
Nabi juga bercanda, pergi ke pasar.
|
5.
|
Keadilan sosial
|
Merupakan pondasi dalam melaksanakan
kehidupan bermasyarakat. Untuk membentuk masyarakat sehat harus berpondasikan
keadilan sosial yang merata.
|
Hal ini telah tercermin dalam pengaturan
harta benda.
|
6.
|
Sistem pemerintahan dalam masyarakat
|
Untuk lebih memantapkan strategi sebelumnya
sehingga dalam kehidupan bermasyarakat semakin baik.
|
Berkaitan dengan persoalan rumah tangga,
persoalan kemasyarakatan seperti gotong royong, keadaban Islam seperti
mengucap salam dan peraturan tentang pergaulan sejagad seperti peperangan dan
lainnya.
|
7.
|
Meresapnya jiwa Islam dalam masyarakat baru.
|
Bukti kecintaan terhadap agama.
|
Umar bin Khattab dari pemarah menjadi orang
yang berbelas kasih.
|
Peristiwa hijrah telah menciptakan
keberagaman penduduk Madinah. Penduduk Madinah tidak teridiri atas suku Aus,
Khazraj, dan Yahudi, tetapi Muhajirin Quraisy dan suku-suku Arab lain yang
datang dan hidup bersama mereka di Madinah. Nabi menghadapi realitas pluralitas,
karena struktur masyarakat Madinah yang baru dibanngun terdapat keberagaman
agama Islam , Yahudi, Kristen , Sabi’in dan Majusi, da nada juga golongan yang
tidak bertuhan [atheis] dan bertuhan
banyak [polytheists]. Struktur masyarakat yang pluralistic ini dibangun oleh
Nabi di atas fondasi kebebasan menganut dan menjalankan ajaran agama
masing-masing.
Klasifikasi
masyarakat pada masa itu didasarkan atas keimanan, dan mereka terbagi kedalam
bebeberapa kealompok, yaitu: mu’minun, munafiqun, kuffar, mushrikun dan Yahudi,
dengan kata lain bahwa masyarakat di Madinah pada saat itu merupakan bagian
dari komunitas masyarakat yang majemuk dan plural. Kemajemukan masyarkat
Madinah, diawali dengan membanjirnya kaum Muhajirin dan Mekkah ke Madinah
mengakibatkan munculny persoalan-persoalan ekonomi dan kemasyarakatan yang
harus diantisipasi dengan baik. Maka dalam konteks itu, introduksi sistem
persaudaraan menjadi kebutuhan mendesak yang harus diwujudkan. Untuk mengatsi
persoalan tersebut, Nabi Muhammad SAW bersama semua unsur penduduk Madinah
secara konkret meletakkan dasar-dasar masyarakat Madinah, mengatur kehidupan
danmenghubungkan antar komunitas-komunitas yang merupakan komponen-komponen
masyarakat yang majemuk di Madinah, menggariskan ketentuan hidup bersama dalam
suau dokumen yang dikenal sebagai “Piagam Madinah” yang dianggap sebagai
konstitusi tertulis pertama dalam sejarah kemanusiaan. Piagam ini tidak hanya
sangat maju pada masanya, tetapi juga menjadi satu-satunya dokumen Islam.
Dalam dokumen Piagam itulah,
dikatakan “umat manusia untuk pertama kalinya diperkenalkan, antara lain,kepada
wawasan kebebasan, terutama dibidang agama dan ekonomi, serta tanggung jawab
sosial dan politik, khususnya pertahanan secara bersama. Dalam Piagam tersebut
juuga menmpatkan hak-hak individu yaitu kebebasan memeluk agama, persatuanan
kesatuan, persaudaraan (al-ukhuwah) antar agama, perdamaian dan kedamaian,
toleransi, keadilan, tidak membeda-bedakan dan menghargai kemajemukan”. Dengan
kemajemukan, Nabi Muhammad mempersatukan mereka berdasarkan tiga unsur, yaitu:
“Pertama, mereka hidup dalam wilayah Madinah sebagai tempat untuk hidup bersama
dan bekerja bersama. Kedua, mereka bersedia dipersatukan dalam satu ummah untuk
mewujudkan kerukunan dan kemaslahatan secara bersama-sama. Ketiga, menerima
Muhammad SAW sebagai pemimpin tertinggi dan pemegang otoritas politik yang
legal dalam kehidupan mereka dan otoritas ini dilengkapi dengan institusi
peraturan Piagam Madinah yang berlaku bagi individu-individu dan kelompok”.
Dari Piagam Madinah ini, setidaknya
ada dua nilai dasar (Ma'ruf, 2012) yang tertuang sebagai dasar atau
fundamental dalam mendirikan dan membangun Negara Madinah, yaitu: prinsip
kesederajatan dan keadilan serta prinsip inklusivme atau keterbukaan.
- Prinsip Kesederajatan dan Keadilan
Prinsip kesederajatan dan keadilan
yang dibangun Nabi, mencakup semua aspek baik politik, ekonomi, maupun hukum.
Pertama, aspek politik, Nabi mengakomodasikan seluruh kepentingan, semua rakyat
mendaptkan hak yang sama dalam politik, walaupun penduduk Madinah sangat
heterogen, baik dalam arti agama, ras, suku dan golongan-golongan. Mereka tidak
dibedakan yaitu masing memiliki untuk memeluk agama dan melaksanakan aktivitas
dalam bidang sosial ekonomi. Misalnya, suku Quraish yang berpredikat the best
dan Islam sebagai agama dominan, tetapi mereka tidak dianak-emaskan. Seluruh
lapisan masyarakat duduk sama rendah berdiri sama tinggi dan ideology sukuisme
dan nepotisme tidak dikenal Nabi. Kedua, aspek ekonomi, Nabi mengaplikasikan
ajaran egaliteranisme, yakni pemerataan saham-saham ekonomi kepada seluruh
masyarakat.
Misi egaliteranisme ini sangat
tipikal dalam ajaran Islam. Sebab misi utama yang diemban oleh Nabi bukanlah
misi teologis, dalam arti unutuk membabat habis orang-orang yang tidak
seideologi dengan Islam, emalinan melainkan untuk membebaskan masyarakat dari
cenkraman kaum kapitalis.
- Prinsip Inklusivisme
Prinsip inklusivisme, merupakan
prinsip yang dipegang Nabi dalam membangun negara Madinah. Inklusivisme
merupakan sikap rendah hati untuk tidak mersa selalu benar, bersedia mendengar
pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang baik. Rasulullah SAW
merupakan orang yang pertma kali menerima seruan Al-Qur’an. Rasul, sangat
peduli dengan dakwah Islamiah dengan kedua aspeknya, yaitu agama dan ilmu
pengetahuan. Beliau membangkitkan perhatian untuk melakukan studi dan
penelitian.
Rasulullah SAW mengumpulkan
orang-orang yang pandai menulis untuk mencatat ayat-ayat Al-Qur’an yang ditirnkan kepadanya. Rasulullah SAW
menyeru kaum Muslimin untuk belajar menulis dan membaca, agar mereka dapat
menulis ayat-ayat Al-Qur’an dan memperlajarinya serta menyebarkannya, sehingga
pada perang Badar, ditetapkanlah tebusan sebagian dari tawanan perang yang pandai
menulis dan membaca, setiap orang dari mereka cukup mengajar menulis-membaca
sehinga pandai, sepuluh anak-anak penduduk Madinah bagi setiap orang dari
mereka. Kemudian Rasulullah SAW memrintahkan sahabat-sahabatnya mempelajari
bahasa aing [selain bahasa Arab].
Strategi Nabi di atas tebukti sangat
ampuh, terbukti dengan tidak memerlukan waktu lama masyarakat Islam baik
Muhajirin maupun Ansor telah mampu mengejawantahkan strategi tersebut dalam
berkehidupan sehari-hari. Keberhasilan strategi tersebut tidak lepas dari
kepiawaian Nabi dalam melihat kondisi masyarkat sekitarnya yang sangat
memerlukan arahan dan tauladan dari pemimpin guna menciptakan keadaan yang
lebih baik. Hal ini senada dengan pernyataan Stoddard bahwa keberhasilan dakwah
Islam setidaknya dipengaruhi 3 hal yaitu:
- The Charactetr Of Arab
- The Muhammad’s teaching
- The contemporary world
Selain hal di
atas faktor penunjang keberhasilan Nabi membentuk ummah di Madinah adalah
sebagai berikut[6]:
- Ide-ide yang diajarkan Nabi adalah ajaran yang benar sesuai dengan kodrat manusia dan berlaku untuk semua manusia.
- Kepribadian dan kepemimpinan beliau.
- Partisipasi para sahabat yang rela mengorbankan harta dan nyawa demi agama baru yaitu Islam.
Adapun bukti
keberhasilan beliau setidaknya terlihat dari perubahan yang terjadi sebelum dan
sesudah Islam datang seperti di bawah ini:
No
|
Sebelum Islam
|
Sesudah Islam
|
1.
|
Dari mata pedang
|
Ke jalan damai
|
2.
|
Dari kekuatan
|
Ke undang-undang
|
3.
|
Dari balas dendam
|
Menggunakan hukum qishash
|
4.
|
Dari serba halal
|
Mengedepankan kesucian
|
5.
|
Dari sifat suka merampas
|
Dipenuhi dengan rasa kepercayaan.
|
6.
|
Dari sifat suka mengasingkan diri
|
Menjadi satu keluarga Islam dan mampu
mengalahkan Romawi dan Persia.
|
7.
|
Kehidupan kesukuan
|
Adanya tanggung jawab pribadi.
|
8.
|
Dari penyembah berhala
|
Berpegang pada akidah tauhid.
|
9.
|
Memandang rendah wanita
|
Memuliakan wanita
|
10.
|
Tatanan sosial dipengaruhi sistem kasta.
|
Mengedepankan persamaan.[7]
|
[1]
Ibid. 15
[2]
Ibid. hlm. 16
[3]
Ibid. hlm. 17
[4]
Ibid. hlm. 18
[5]
Ibid. hlm. 19
[6]
Ibid. hlm. 20-22
[7]
Ibid. hlm. 23
[1]
Ibid. hlm. 30-31
[2]
Istianah Abu Bakar, Opcit, hlm. 14
Comments
Post a Comment