Mata ini perlahan mulai membuka, aku mulai bangun. Aku berjalan menuju ruang tamu. Jarum jam membentuk angka 05.30 pagi, diawali cuaca dingin disertai hujan. Hari-hari yg biasa di mulai dengan jalan pagi dan membaca buku, terpaksa jalan pagi di tunda menjadi work out. 06.30 aku baru selesai workout. Terasa banget lelah nya guys. "Pasti air sungai nya dingin banget" gumam ku. Benar saja air nya dingin, dan aku bergegas menyelesaikan mandi ku. Tak lama, perut terasa mules sehingga aku harus ke kamar mandi. Sudah pukul 06.30, "ah gimanaa ini, mana belum selesai siap-siap". Aku bergegas untuk body care dan skincare. Nggak sempat sarapan, sebagai gantinya aku bawa kue bolu ukuran besar dan tak ketinggalan vitamin harian ku ku bawa. Sesampai kantor, aku bergegas makan kue dan minum vitamin ku dan langsung ke aktivitas sehari-hari ku di kantor.
ABU BAKAR
ASH-SHIDDIQ
RIWAYATNYA
Abu Bakar ibn Abi Quhafah, turunan
Bani Taim ibn Murrah, Ibn Ka’ab, ibn Luai, ibn Khalib Alqurasy. Pada Murrah
bertemulah nasabnya dengan Rasul. Ibunya Ummul Khair Salma binti Shakhr ibn
‘Amir, turunsn Taim ibn Murrah juga. Dia lahir pada tahun keduanya dari tahun
gajah; dua tahun lebih tua Rasulullah dari padanya.
Sejak mudanya telah mahsyur budinya
yang tinggi dan perangainya yang terpuji. Dia mampu, sanggup menyediakan segala
keperluan rumah tangganya dengan usahanya sendiri. Sebelum Rasulullah diutus,
persahabatan mereka telah karibjuga. Tatkala telah di tetapkan beliau menjadi
Nabi, maka Abu Bakarlah laki-laki dewasa yang mula-mula sekali menyatakan iman.
Rasulullah paling sayang dan cinta
kepada sahabatnya itu, kerena dia adalah sahabat yang setia dan hanya
satu-satunya orang dewasa tempatnya musyawarah diwaktu perjuangan dengan kaum
Quraisy sangat hebatnya.
Tiap-tiap orang besar mempunyai
kelebihan sendiri, yang akan diingat orang bila menyebut namanya. Abu Bakar
masyhur dengan kekuatan kemauan, kekerasan hati, pemaaf tetapi rendah hati,
dermawan dan berani bertindak lagi cerdik.
Di dalam mengatur pemerintahan,
meskipun tidak lama,mahsyur siasatnya yang mempunyai semboyan keras tak dapat
dipatahkan, lemah lembut tak dapat disudu. Hukuman belum dijathkan sebelum
pemerikasaan memuaskan hatinya, sebab itu diperintahkannya kepada
wakil-wakilnya di tiap-tiap negeri supaya jangan tergesa menjatuhkan hukum.
Salah satu menghukum seseorang hingga tidak jadi terhukum, lebih baik daripada
salah hukum yang menyebabkan yang tidak bersalah sampai terhukum. Meskipun
sukar hidupnya, kecuali beberapa orang sahabatnya yang karib yang senantiasa
memperhatikan dirinya, sebagai Umar. Setelah dia diangkat menjadi Khalifah,
bebearapa bulan dia masih meneruskan perniagaannya yang kecil itu. Tetapi
kemudian ternyata rugi, sebab telah menghadapi urusan negeri, sehingga dengan
permintaan orang banyak, perniagaan itu dihentikannya dan dia mengambil kadar
belanja tiap hari dari kas negeri.
MENJADI
KHALIFAH
Rasulullah memegang dua jabatan,
pertama menyampaikan kewajiban sebagai sebagai orang suruhan Tuhan. Kedua
bertindak selaku kepala kaum Muslimin. Kewajiban pertama telah selesai seketika
ia menutup mata, tetapi kewajiban yang keddua, menurut pertimbangan kaum
muslimin ketika itu perlu disambung oleh yang lain, karena suatu ummat tidak
dapat tersusun persatuannya kalau mereka tidak mempunyai pemimpin. Sebab itu
perlu ada gantinya (khalifahnya).
MUSLIMIN
TERKEJUT KARENA KEMATIAN RASULULLAH
Rasulullah telah berpulang ke sisi
Tuhannya pada 12 Rabiulawal tahun 11 Hijri (3 Juni 632 M.). Subuh hari itu
Rasulullah Sallallahn 'alaihi wasallam merasa sudah sembuh dari
sakitnya. la keluar dari rumah Aisyah ke mesjid dan ia sempat berbicara
dengan kaum Muslimin. Dipanggilnya Usamah bin Zaid dan diperintahkannya
berangkat untuk menghadapi Romawi.
Setelah
tersiar berita bahwa Rasulullah telah wafat tak lama setelah duduk-duduk dan
berbicara dengan mereka, mereka sangat terkejut sekali. Umar bin Khattab yang
berada di tengah-tengah mereka berdiri dan berpidato, membantah berita itu. Ia
mengatakan bahwa Rasulullah tidak meninggal, melainkan sedang pergi menghadap
Tuhan seperti halnya dengan Musa bin Imran, yang menghilang dari masyarakatnya
selama empat puluh malam, kemudian kembali lagi setelah tadinya dikatakan
meninggal. Umar terus mengancam orang-orang yang mengatakan bahwa Rasulullah
telah wafat. Dikatakannya bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi
wasallam akan kembali kepada mereka dan akan memotong tangan dan kaki
mereka.
PERANAN
ABU BAKR KETIKA NABI WAFAT
Abu Bakr sudah pulang ke rumahnya di
Sunh di pinggiran kota Medinah setelah Nabi 'alaihis-salam kembali dari
mesjid ke rumah Aisyah. Sesudah tersiar berita kematian Nabi orang menyusul Abu
Bakr menyampaikan berita sedih itu. Abu Bakr segera kembali. la melihat
Muslimin dan Umar yang sedang berpidato. la tidak berhenti tetapi terus menuju
ke rumah Aisyah. Dilihatnya Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam di salah
satu bagian dalam rumah itu, sudah diselubungi kain. la maju menyingkap kain
itu dari wajah Nabi lalu menciumnya dan katanya: "Alangkah sedapnya
sewaktu engkau hidup, dan alangkah sedapnya sewaktu engkau wafat." la
keluar lagi menemui orang banyak lalu berkata kepada mereka:
"Saudara-saudara! Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah
meninggal. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selalu, tak pernah
mati." Selanjutnya ia membacakan
firman
Allah:
"Muhammad
hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia
mati atau terbunuh kamu akan berbalik belakang? Barang siapa berbalik belakang
samasekali tak akan merugikan
Allah
tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Qur'an,
3. 144).
Setelah didengarnya Abu Bakr
membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak
dapat menahan lagi, setelah dia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat.
Orang semua terdiam setelah mendengar dan melihat kenyataan itu. Setelah sadar
dari rasa kebingungan demikian, mereka tidak tahu apa yang hendak mereka
perbuat.
SATU
SEGI DARI KEJIWAANNYA
Di sini kita berhenti pula sejenak
untuk melukiskan Abu Bakr dari segi psikologi dan di sini akan kita lihat pula
peranannya dengan lebih jelas. Kalaupun ada di kalangan Muslimin yang akan
merasa tercekam perasaannya karena meninggalnya Rasulullah seperti yang dialami
Umar itu. maka Abu Bakar-lah orangnya. Dia teman dekat dan pilihan Nabi, dia
yang diminta oleh Nabi berada di dekatnya dalam setiap kesempatan. Dia yang
menangis ketika Nabi mengatakan: "Seorang hamba oleh Allah disuruh memilih
tinggal di dunia ini atau di sisi-Nya, maka ia akan memilih di sisi
Allah," dan dia pula yang mengatakan ketika mendengar kata-kata itu dengan
air mata yang sudah tak tertahankan: "Kami akan menebus Tuan dengan jiwa
kami dan anak-anak kami." Tetapi keterharuannya dengan berpulangnya
Rasulullah itu tidak sampai membuatnya kebingungan seperti yang terjadi pada
Umar. Begitu ia yakin bahwa Rasulullah sudah berpulang, ia keluar dan berpidato
di depan orang banyak seperti sudah kita baca tadi.
KEKUATAN
JIWA DAN PANDANGANNYA YANG JAUH KE HARI DEPAN
Kata-kata yang diucapkannya serta
ayat Qur'an yang dibacakannya untuk meyakinkan orang, menunjukkan adanya suatu
kekuatan dalam dirinya dalam menghadapi kenyataan. Ini yang menyebabkannya
tidak sampai jatuh kebingungan dalam menerima berita yang menyedihkan seperti
berpulangnya Rasulullah itu. Kekuatan jiwanya itu ditambah lagi oleh suatu
sifat lain yang lebih lagi memperlihatkan keagungan dan kehebatannya, yaitu
pandangannya yang jauh ke hari depan. Kedua sifat ini sungguh mengagumkan,
sebab adanya justru pada orang yang begitu lemah lembut, begitu menjunjung
tinggi dan begitu besar kecintaannya kepada Muhammad, melebihi cintanya pada
kehidupan dunia ini dengan segala isinya.
Kekuatan jiwa yang besar inilah yang
menjadi pegangan Abu Bakar pada detik-detik yang sangat menentukan dan pelik.
Saat kesedihan dan duka yang sedang menimpa kaum Muslimin karena kematian
Rasulullah, itu jugalah sandarannya pada saat-saat genting berikutnya yang
harus dialaminya dan dialami kaum Muslimin. Pada saat itulah Islam dan umat
Islam terhindar dari bencana besar, yang kalau tidak karenanya mereka akan
terjerurnus ke dalam bahaya. Sebagai akibatnya, hanya Allah yang tahu, apa yang
akan menimpa mereka dan menimpa generasi berikutnya.
SESUDAH
RASULULLAH, DI TANGAN SIAPAKAH PIMPINAN UMAT
Baik Umar maupun kaum Muslimin yang
ada di sekelilingnya dan yang merasa puas dengan apa yang dikatakannya bahwa
Nabi sudah wafat, kecuali mereka yang tak dapat berpikir apa yang ada di balik
itu, karena mereka dalam kebingungan setelah berita tersebut. Tetapi mereka
yang sudah yakin akan kenyataan berita itu begitu pertama kali mereka
mengetahui, tidak sampai kesedihan itu membuat mereka kehilangan akal. Keadaan
Medinah sudah stabil di tangan Rasulullah dan agama pun sudah merata ke seluruh
daerah. Tetapi setelah Nabi tiada, ke tangan siapakah semua itu harus
berpindah, sementara pengaruh Rasulullah sudah meluas ke kawasan Arab yang lain
setelah mereka menganut Islam dan sesudah Ahli Kitab yang tetap pada agama
masing-masing bersedia membayar jizyah? Masih akan berlanjutkah pengaruh
Medinah itu? Kalau ya, siapakah dari penduduk kota itu yang akan memegang
tanggung jawab?
Belum lagi rasulullah dikebumikan,
telah timbul dua mcam pendapat. Pertama ialah menentukan pangkat khalifah itu
diantara kaum keluarga Rasul yang terdekat. Pendapat ini terbagi dua pula.
Pertama menentukan pangkat Khalifah itu dalam persukuan Rasul. Kedua hendaklah
ditentukan dalam di dalam rumah tangganya yang sekarib-karibnya. Di waktu dia
menutup mata adalah orang yang paling karib kepada pamannya (saudara ayahnya)
‘Abbas ibn Abdil Muttalib dan anak saudara ayahnya’Ali dan ‘Uqail, keduanya
anak Abu Thalib. Kelebihan ‘Ali daripada ‘Abbas dan ‘Uqail ialah karena dia
menjadi menantu pula dari Rasulullah, suami dari Fatimah. Kelabihannya ‘Abbas
ialah, dia waris yang paling dekat kepada beliau. Artinya jika sekiranya
tidakklah ada beliau meninggalkan anak dan isteri, maka ‘Abbas itulah yang akan
menjadi ‘ushbah (penerima waris paling akhir) yakni kalau harta Rasul boleh
diwariskan.
Pendapat
kedua: Khalifah hendaklah orang Anshar.
Setelah Rasulullah berpulanng,
berkumpullah kepala-kepala kaum Anshar di dalam sebuah balairung kepunyaan Bani
Sa’idah, baik Anshar pihak Aus maupun Anshar dari persekutuan Khazraj. Maksud
mereka hendak memilih Sa’ad ibn ‘Ubadah menjadi Khalifah Rasulullah, sebab
dialah yang paling terkepala dari pihak kaum Anshar ketika itu. Apalagi Sa’ad
sendiri telah berpidato kepada mereka menganjur-anjurkan bagaimana keutamaan
dan kemuliaan kaum Anshar, terutama dalam membela Rasul dan mempertahankan
agama Islam, sehingga beroleh gelar Anshar, artinya pembela, tidak ada orang
lain yang berhak menjabat pangkat itu melainkan Anshar. Perkataannya itu sangat
mendapat perhatian dari hadirin, semuanya setuju. Tetapi salah seorang diantara
yang hadir bertanya: “Bagaimana kalau saudara-saudara kita orang Quraisy tidak
setuju, dan sekiranya mereka kemukakan alasan bahwa merekalah kaum kerabat yang
karib dan ahli negerinya, apa jawab kita?” seorang Anshar menjawab saja dengan
cepat: “Kalau mereka tidak setuju, lebih baik kita pilih saja seorang Amir dari
pihak kita dan mereka pun memilih pula Amir dari pihaknya, dan kita tidak mau
dengan aturan yang lain”.
Sa’ad membantah sangat pendapat itu, dia berkata: “Itulah pangkal
kelemahan”.
Pendapat ketiga
ialah bahwa yang akan menjadi imam atau pemimpin dari masyarakat Kaum Muslimin
itu ialah orang Quraisy. Pertama oleh karena sejak dahulu kala, orang Quraisy
jugalah yang diakui oleh seluruh bangsa Arab sebagai pemimpinnya, sebab
merekalah yang dipilih Tuhan menjadi pengawal Ka’bah turun-temurun. Dan setelah
Rasulullah SAW. diutus Tuhan menjadi Rasul Quraisy pula penyambutnya yang
pertama. Sejak Islam mulai tumbuh pemuda-pemuda pilihan dari Quraisy lah yang
telah menyatakan Iman dan mengerti benar ajaran yang beliau ajarkan dan
semangat yang beliau pimpinkan.
Penganut pendapat
yang ketiga ini adalah sahabat-sahabat terdekat Rasulullah SAW. terutama Abu
Bakar, Umar, Utsman dan seterusnya kesepuluh sahabat yang seketika beliau hidup
sangat dekat dengan beliau.
KEMARAHAN
ANSAR KEPADA MUHAJIRIN
Golongan Ansar penduduk Medinah
pernah marah kepada kaum Muhajirin, karena pertama kali mereka datang sebagai
tamu bersama Rasulullah, kaum Ansar jugalah yang memberi tempat perlindungan
dan membela mereka. Setelah sekarang mereka dalam keadaan aman mereka mau
menguasai sendiri keadaan. Demikian perasaan mereka pada masa Nabi, dan sudah
wajar apabila setelah Nabi wafat hal ini akan jelas naik ke permukaan. Bahkan
pada masa Nabi pun pernah terasa juga, yakni setelah Mekah dibebaskan dan
sesudah perang Hunain dan Ta'if. Tindakan Muhammad memberikan rampasan perang
yang cukup banyak kepada golongan "mualaf' penduduk Mekah telah menjadi
bahan pembicaraan kalangan Ansar: "Rasulullah telah bertemu dengan
masyarakatnya sendiri," kata mereka. Setelah hal ini disampaikan kepada
Nabi, dimintanya Sa'd bin Ubadah— pemimpin Khazraj — mengumpulkan mereka.
Sesudah mereka berkumpul kata Nabi kepada mereka:"Saudara-saudara kaum
Ansar. Ada desas-desus disampaikan kepadaku, yang merupakan perasaan yang ada
dalam hati kamu terhadap diriku, bukan? Bukankah kamu dalam kesesatan ketika
aku datang lalu Allah membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan lalu Allah
memberikan kecukupan kepada kamu, kamu dalam permusuhan, Allah raempersatukan
kamu?"
Mendengar itu Ansar hanya menekur,
dan jawaban mereka hanyalah: "Ya benar. Allah dan Rasulullah juga yang
lebih bermurah hati."Nabi bertanya lagi: "Saudara-saudara Ansar, kamu
tidak menjawab kata-kataku!" Mereka masih menekur, dan tak lebih hanya
mengatakan: "Dengan apa harus kami jawab, ya Rasulullah? Segala kemurahan
hati dan kebaikan ada pada Allah dan Rasul-Nya juga." Mendengar jawaban
itu Rasulullah berkata lagi: "Ya, sungguh, demi Allah. Kalau kamu mau,
tentu kamu masih dapat mengatakan — kamu benar dan pasti dibenarkan — "Engkau
datang kepada kami didustakan orang, kamilah yang mempercayaimu; engkau
ditinggalkan orang, kamilah yang menolongmu; engkau diusir, kamilah yang
memberimu tempat; engkau dalam sengsara, kami yang menghiburmu." Kata-kata
itu diucapkan oleh Nabi dengan jelas sekali dan penuh keharuan. Kemudian
katanya lagi. "Kamu marah, Saudara-saudara Ansar, hanya karena sekelumit
harta dunia yang hendak kuberikan kepada orang-orang yang perlu diambil hatinya
agar mereka sudi masuk Islam, sedang keislamanmu sudah dapat dipercaya. Tidakkah
kamu rela Saudara-saudara Ansar, apabila orang-orang itu pergi membawa kambing,
membawa unta, sedang kamu pulang membawa Rasulullah ke tempat kamu? Demi Dia
Yang memegang hidup Muhammad! Kalau tidak karena hijrah, tentu aku termasuk
orang Ansar. Jika orang menempuh suatu jalan di celah gunung, dan Ansar
menempuh jalan yang lain, niscaya aku akan menempuh jalan Ansar. Allahumma ya
Allah, rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar dan cucu-cucu Ansar."
Begitu terharu orang-orang Ansar mendengar kata-kata Nabi yang keluar dari
lubuk hati yang ikhlas diucapkan dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang,
terutama kepada mereka yang dulu pernah memberikan ikrar, pernah memberikan
pertolongan dengan satu sama saling memberikan kekuatan — sehingga orang-orang Ansar
itu menangis seraya berkata: "Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian
kami."
ANSAR
DAN PEMBEBASAN MEKAH
Pemberian harta rampasan perang
Hunain kepada golongan mualaf bukan yang pertama kali menimbulkan kegelisahan
dalam hati orangorang Ansar. Kegelisahan demikian sudah pernah timbul tatkala
Mekah dibebaskan. Mereka melihat Rasulullah berdiri di Safa sambil berdoa, dan
ketika mereka melihatnya sedang menghancurkan berhala-berhala, yang dalam suatu
hari berhasil diselesaikannya apa yang diserukannya selama dua puluh tahun.
Sekarang terbayang oleh mereka bahwa ia pasti meninggalkan Medinah, kembali ke
tempat tumpah darah semula. Mereka berkata satu sama lain: "Bagaimana
pendapatmu, setelah Allah memberi kemenangan, akan menetapkah Rasulullah di
negerinya sendiri?" Setelah Muhammad mengetahui rasa kekhawatiran itu, ia
langsung berkata: "Berlindunglah kita kepada Allah! Hidup dan matiku akan
bersama kamu."
ANSAR
DI SAQIFAH BANI SA 'IDAH
Wajar sekali dengan perasaan yang
demikian itu kaum Ansar akan cepat-cepat berpikir mengenai kota mereka begitu
mereka mengetahui Rasulullah sudah wafat. Adakah orang-orang Medinah dan
orang-orang Arab itu akan diurus oleh kaum Muhajirin, yang ketika tinggal di
Mekah dulu mereka masih lemah, tak ada tempat berlindung, tak ada pembelaan
sebelum mereka diangkat oleh Medinah, ataukah akan diurus oleh penduduk Medinah
sendiri, yang seperti kata Rasulullah ia datang kepada mereka didustakan orang,
lalu mereka yang mempercayainya, ia ditinggalkan orang, mereka yang
menolongnya, ia diusir mereka yang memberi tempat dan ia sengsara mereka yang
menghiburnya. Beberapa orang dari kalangan Ansar membicarakan masalah ini. Mereka
lalu berkumpul di Saqifah Banu Sa'idah. Ketika itu Sa'd sedang sakit di
rumahnya. Oleh mereka diminta keluar sebagai orang yang akan menentukan
pendapat di kalangan Ansar. Setelah mendengar laporan itu ia berkata kepada
anaknya atau kepada salah seorang sepupunya: "Karena sakitku ini
kata-kataku tak akan terdengar oleh khalayak itu semua. Tetapi teruskanlah kata-kataku
biar terdengar oleh mereka."
Oleh sebab itu mereka sangat
terkejut mendengar bahwa kaum Anshar telah mengadakan musyawarah
memperbincangkan yang akan mengganti Rasulullah sebelum jenazah beliau terkubur.
Mereka berkeyakina bahwa Anshar, yang memang mereka akui juga memuliakan dan
jasa mereka bagi Islam, tidaklah berhak buat menjabat kepala bagi seluruh Kaum
Muslimin.
PIDATO SA 'AD DI HADAPAN KAUM ANSAR
Kemudian ia mulai berbicara. Salah
seorang meneruskan kata-katanya itu kepada hadirin. Sesudah mengucapkan syukur
dan puji kepada Allah ia berkata: "Saudara-saudara Ansar, kamu adalah
orang-orang terkemuka dalam agama dan yang mulia dalam Islam, yang tak ada pada
kabilah-kabilah Arab yang lain. Muhammad 'alaihis-salam selama sekitar
sepuluh tahun di tengah-tengah masyarakatnya itu mengajak mereka beribadah
kepada Allah, dan menjauhi penyembahan berhala, tetapi hanya sedikit saja dari
mereka yang beriman. Mereka tidak mampu melindungi Rasulullah atau mengangkat
kedudukan agama, juga mereka tak dapat membela diri mereka sendiri dari
kezaliman lawan yang sudah begitu merajalela. Karena Allah menghendaki kamu
menjadi orang yang bermartabat, maka kamu telah diberi kehormatan dan
kenikmatan. Karunia Allah
kepada kamu ialah kamu telah beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, dapat
memberikan perlindungan kepadanya dan kepada sahabat-sahabatnya, sama-sama
mendukungnya dalam mengangkat martabat serta memperkuat agamanya, berjuang
menghadapi musuh-musuhnya. Kamu adalah orang-orang yang paling keras menghadapi
musuhnya itu, baik yang datang dari dalam kalangan kamu ataupun dari luar.
Sampai akhirnya kawasan Arab itu mau tak mau tunduk kepada perintah Allah,
sampai ke tempat yang jauh semua tunduk menyerah, sehingga Allah memberikan
kemenangan kepada Rasulullah. Dengan pedang kamu orang-orang Arab itu tunduk
kepadanya. Dengan kehendak Allah Rasulullah sekarang telah berpulang ke
sisi-Nya, dengan senang hati terhadap kamu sekalian, Oleh karena itu
Saudara-saudara, pertahankanlah kekuasaan ini di luar orang lain, karena itu
memang hak kamu, bukan hak orang lain." Mendengar kata-kata Sa'd itu,
serentak mereka menjawab: "Tepat sekali pendapatmu, dan kami tak akan beranjak
dari pendapat itu. Kami serahkan persoalan ini ke tanganmu. Demi kepentingan
kaum Muslimin engkaulah pemimpin kami." Adakah kebulatan suara ini suatu
keputusan yang sudah mantap, keluar dari kehendak hati yang benar-benar sudah
tak tergoyahkan lagi? Kalau memang demikian halnya tentu cepat mereka akan
memberi ikrar
dan
dengan ikrar atau baiat itu orang-orang akan ramai-ramai pula mendukungnya.
Tetapi ternyata mereka masih berdiskusi sebelum ada yang tampil membaiat Sa'd.
Di antara mereka masih ada yang berkata: "Kalau kaum Muhajirin Kuraisy itu
menolak lalu mereka berkata "Kami adalah kaum Muhajirin, sahabat-sahabat
Rasulullah yang mulamula, kami masih sesuku dari keluarga dekatnya, lalu dengan
apa harus kita hadapi mereka dalam hal ini?" Kata-kata ini mendapat perhatian
hadirin. Mereka berpendapat ini benar juga. Tadinya menurut anggapan sebagian
mereka sudah tak dapat dibantah. Ketika itulah ada sekelompok orang berkata:
"Kalau begitu, kita bisa mengatakan, dari kita seorang amir dan
dari kamu seorang amir. Di luar ini kami samasekali tidak setuju."
PIDATO
ABU BAKR YANG PERTAMA KEPADA ANSAR
Yang dikhawatirkan Abu Bakr sikap
Umar yang terlalu keras bila berbicara, sedang situasinya tidak mengizinkan
cara-cara kekerasan. Yang diperlukan ialah taktik yang bijak dan pengantar yang
baik. Waktu itu Abu Bakr berdiri. Setelah mengucapkan syukur kepada Allah dan
mengingatkan mereka kepada Rasulullah serta risalah tauhid yang dibawanya, ia
berkata: "...Orang-orang Arab itu berat sekali untuk meninggalkan agama nenek
moyang mereka. Kaum Muhajirin yang mula-mula dari masyarakat Nabi sendiri telah
mendapat karunia Allah, mereka percaya kepadanya, beriman kepadanya, senasib
seperjuangan dengan menanggung segala macam penderitaan, yang datangnya justru
dari masyarakatmereka sendiri. Mereka didustakan, ditolak dan dimusuhi.
Mereka tak merasa gentar, meskipun
jumlah fhereka kecil, menghadapi kebencian dan permusuhan lawan yang begitu
besar. Mereka itulah yang telah
lebih
dulu menyembah Allah di muka bumi, beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya.
Mereka itu termasuk sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Sepeninggal Nabi,
merekalah orang-orang yang paling berhak memegang pimpinan ini. Tak ada orang
yang akan menentang kecuali orang yang zalim. "Dan kalian, Saudara-saudara
Ansar! Siapa yang akan membantah jasa kalian dalam agama serta sambutanmu yang
mula-mula, yang begitu besar artinya dalam Islam. Allah telah memilih kamu
sebagai pembela {ansar) agama dan Rasul-Nya. Ke tempat kalian inilah ia
hijrah dan dari kalangan kalian ini pula sebagian besar istri-istri dan
sahabatsahabatnya. Posisi itu hanya ada pada kamu sekalym setelah kami.
Karena itu, maka kamilah para amir1
dan Tuan-tuan para wazir. Kami tak akan meninggalkan Tuan-tuan dalam
musyawarah dan tak akan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan" Kami para amir
dan Tuan-tuan para wazir. Kami tidak akan meninggalkan Tuan-tuan
dalam musyawarah, dan kami takkan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan. Kata-kata
ini mirip sekali dengan pendapat Ansar yang mengatakan: dari kami seorang amir
dan dari Muhajirin seorang amir. Kata-kata yang lebih teratur ini
dan akan membawa segala persoalan ke arah yang lebih baik dan membangun.
Barangkali ini pula tujuan Abu Bakr — tujuan yang sangat bijaksana dengan
pandangan yang jauh. Barangkali pihak Aus pun yang tadinya masih bersaing
dengan Khazraj, sekarang sudah puas menerima Abu Bakr. Dari kalangan Khazraj
sendiri barangkali banyak yang tidak keberatan terhadapnya. Abu Bakar tidak
menginginkan pihak Muhajirin akan memegang kekuasaan tanpa mengajak orang lain
seperti yang dilakukan oleh Sa'd bin Ubadah. Malah
dimintanya Ansar sebagai para wazir, bekerja sama tanpa menyertakan yang
lain, meskipun yang lain itu di beberapa bagian Semenanjung ada yang lebih kuat
dan lebih banyak jumlahnya. Ia mengajak Ansar atas dasar pimpinan berada di
tangan Muhajirin karena kedudukan mereka yang sudah lebih dulu dalam membela
dan mendukung Rasulullah. Sudah tentu, dengan kata-kata itu mereka semua akan
merasa puas, karena ini memang sudah sangat adil, dengan dasar demi kebenaran
semata.
UMAR
DAN ABU UBAIDAH MELANTIK ABU BAKAR
Tetapi Umar tidak akan membiarkan
perselisihan itu menjadi perkelahian yang berkepanjangan. Dengan suaranya yang
lantang menggelegar ia berkata: "Abu Bakr, bentangkan tanganmu." Abu
Bakr membentangkan tangan dan oleh Umar ia diikrarkan seraya katanya: "Abu
Bakr, bukanlah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah
penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai
oleh Rasulullah di antara kita semua ini."Menyusul Abu Ubaidah memberikan
ikrar. "Engkaulah di kalangan Muhajirin yang paling mulia," katanya,
"dan yang kedua dari dua orang dalam gua, menggantikan Rasulullah dalam
salat, sesuatu yang paling mulia dan utama dalam agama kita. Siapa lagi yang
lebih pantas dari engkau untuk ditampilkan dan memegang pimpinan ini!"
Sementara Umar dan Abu Ubaidah
membaiat, cepat-cepat datang pula Basyir bin Sa'd memberikan ikrarnya. Ketika
itu juga Hubab bin al-Munzir berseru: "Basyir bin Sa'd! Engkau tidak
patuh. Apa gunanya kau berbuat begitu. Engkau telah menyaingi kepemimpinan itu
dengan sepupumu sendiri (maksudnya Sa'd bin Ubadah)." "Tidak,"
kata Basyir, "saya tidak mau menentang hak suatu golongan yang sudah
ditentukan Allah."
BAIAT
SAQIFAH OLEH AUS DAN KHAZRAJ
Usaid bin Hudair, pemimpin Aus,
sambil menoleh kepada kaumnya yang juga sedang memperhatikan apa yang dilakukan
oleh Basyir bin Sa'd, berkata: "Kalau sekali Khazraj memerintah kita, maka
akan tetap mereka mempunyai kelebihan atas kita dan dengan mereka samasekali kita
tidak akan mendapat hak apa-apa. Maka marilah sekarang kita baiat Abu
Bakar." Ketika itu Aus segera
bertindak memberikan ikrar kepada Abu Bakar, kemudian disusul oleh Khazraj yang
sudah merasa puas dengan kata-kata Basyir itu; mereka juga cepat-cepat
membaiat, sehingga tempat di Saqifah itu penuh sesak. Karena makin banyak orang
yang datang memberi ikrar hampir-hampir saja Sa'd bin Ubadah terinjak-injak.
"Hati-hati, Sa'd jangan diinjak," suara orang-orang yang pro Sa'd.
"Bunuh saja dia," kata Umar. "Dia berbahaya!" dilanjutkan
dengan kata-kata keras yang ditujukan kepada Sa'd. "Hati-hatilah,
Umar," kata Abu Bakr mengingatkan Umar. "Dalam suasana begini perlu
lebih bijaksana." Sekarang oleh kawan-kawannya Sa'd dibawa masuk ke
rumahnya. Selama beberapa hari ia tinggal tii rumah. Kemudian ia diminta agar
juga membaiat: "Datanglah dan baiat dia. Orang semua sudah membaiat, juga
golonganmu."
TENTERA USAMAH
Bukanlah urusan bai’at yang sulit
itu saja bahaya yang menimpa ummat Islam sewafat Rasul. Tetapi baru saja
tersiar kabar kematian itu seluruh pojok tanah ‘Arab, bergraklah orang-orang
munafik yang hendak mencari keuntungan diri sendiri, timbullah golongan kaum
murtad dan Nabi-Nabi palsu, semuanya hendak memberontak melepaskan diri dari pada
persatuan Islam yang baru tegak itu. Sedang kaum Muslimin sendiri ketika itu di
dalam duka cita dan kemasygulan lantaran kematian Nabi. Kaum pemberontak itu
baru saja memeluk Islam, mereka belum tahu hakikat agama, masuknya keagama
hanya dibondong gerakan ramai, dan tunduk kepada kekuasaan Nabi. Tentu saja
setelah Nabi wafat mereka hendak belot. Ada satu golongan pula yang sudi juga
mendirikan sembahyang, tetapi hendak mengeluarkan zakat lagi.
Begitu besar bahaya yang mengancam,
sedikitpun tidak kelihatan perubahan muka Abu Bakar. Ada orang mengatakan
kepadanya supaya orang-orang yang tidak sudi mengeluarkan zakat itu tak usah
diperangi, karena mereka masih sudi sembahyang. Dengan tegas beliau berkata:
“Tidak, pendurhaka yang hendak memperbedakan sembahyang dengan zakat itu mesti
kuperangi juga, walau aku akan dihambat dengan ikatan sekalipun.
Tetapi sebelum mengatur persiapan
memerangi pemberontakan-pemberontakan itu, Abu Bakar terlebih dahulu hendak
menyempurnakan angkatan perang di bawah pimpinan Usamah yang usianya masih
terlalu muda, baru kira-kira 17 tahun. Dia diangkat oleh Rasul menjadi kepala
perang, tetapi perjalanannya diundurkan lantaran kematian Rasul. Banyak
ketua-ketua Quraisy menjadi prajurit di bawah perintahnya. Demi setelah Rasul
wafat, Umar meminta supaya mengirim Usamah itu diundurkan saja karena banyak
yang lain yang lebih penting, atau tukar dengan Panglima yanglebih tua. Dengan
gagah di mendekati Umar dan menunjukan kuasa dan kekerasannya kepada sahabatnya
itu: “Celaka engkau wahai anak si Khattab, Rasulullah sendiri yang mengangkat
dia, belum lama lagi dia terkubur, engkau menyuruh saya mengubah perintahnya?”
Pemberangkatan Usamah itu
dilangsungkan juga. Di pergi ketempat pemberhentian angkatan perang Usamah
melepasnya berangkat. Ketika dia memberikan pesan-pesannya yang penting-penting
kepada Usamah, Usamah di atas kendaraannya dan beliau berjalan kaki “Biarlah
hamba turun kebawah dan paduka naik ke atas kendaraan ini,” Kata Usamah.
“Tidak” jawab beliau, Belumlah akan mengapa jika kakiku kena debu beberapa
sa’at di dalam menegakkan jalan Alla.”
Setelah itu dimintanya kalau boleh
Usamah mengizinkan Umar tinggal di Madinah, tidak jadi pergi berperang, karena
Umar perlu benar baginya untuk teman di dakam mengatur siasat negeri. Permintaan
itu dikabulkan oleh Usamah. Tidaklah mau Khalifah itu memerintahkan kepada
kepala perang yang telah diserahinya pimpinan itu supaya umar jangan dibawa,
melainkan dimintanya.
Ketika mereka akan berangkat itu
beliau bepidato: “Jangan khianat, jangan memungkiri janji, jangan dianiaya
bangkai musuh yang telah mati, jangan dibunuh anak-anak, orang tua dan
perempuan. Jangan dipotong batang kurma, jangan dibakar dan jangan ditumbangkan
kayu-kayu yang berbuah, jangan disembelihi kambing, sapi dan unta, kecuali
sekedar akan dimakan. Kalau kamu bertemu dengan suatu kaum yang telah
menyisihkan dirinya di dalam gereja-gereja hendaklah dibiarkan saja. Jika
engkau bertemu dengan suatu kaum yang bercukur tengah-tengah kepalanya dan
tinggal tepinya sebagai lingkaran, hendaklah perangi! Kalau diberi orang
makanan hendaklah bacakan nama Allah seketika memakannya. Hai Usamah,
berbuatlah apa yang diperintahkan Nabi kepadamu sesampai engkau di negeri
Qudha’ah itu, dan jangan engkau lalaikan sedikitpun perintah-perintah Rasulullah’.
Setelah
dilepasnya tentara itu di Jaraf, beliau kembali ke Madinah.
Usamah pun berangkat dan dikepung
lah negeri Qudha’ah, 40 hari lamanya pertempuran hebat dengan musuh, maka
diapun kembali dengan kemenangan. Tentara Qudha’ah ini bukan sedikit memberi
kesan kepada musuh-musuh yang lain. Timbul perkataan, kalau sekiranya kaum
Muslimin tidak mempunyai kekuatan tentu mereka tidak akan mengirim tentara ke
negeri Qudha’ah lebih dahulu sebelum menaklukan yang lain.
Akan huru-hara disegala pihak yang
telah ditimbulkan oleh kaum murtad itu, yang agaknya bagai orang lain boleh
mendatangkan kekusutan fikiran, oleh beliau ditunggu saja dengan tenang ketika
yang baik. Ditunggunya pulang, karena disana terletak sebagian besar kekuatan.
Setelah kembali dengan kemenangannya, maka Usamah dan tentaranya disuruhnya
istirahat, karena beliau hendak menyelesaikan lebih dahulu kekusutan yang
ditimbulkan kaum ‘Absin dan Szabyaan di luar kota Madinah yang mencoba hendak
memberontak pula.
Pimpinan kota Madinah diserahkan kepada
yang lain dan beliau sendiri pergi menaklukan kedua kaum yang memberontak itu,
hingga tunduk. Setelah itu barulah diaturnya tentara unutuk mengalahkan
kaum-kaum perusuh pemberontak itu. Tentara itu disuruhnya berkumpul ke Zhul
Qish’shah, kira-kira 15 kilometer dari Madinah, menghadap ke Nejd. Disanalah
dibaginya 11 buah bendera kepada 11 orang Paglima perang:
- Kepada Khalid ibn Al-Walid, pergi memerangi Thulaihah ibn Khuwailid Al-Asadi di negeri Bazuakhah. Kalau telah selesai disana, teruskan mengalahkan Malik ibn Nuwairah di negara Bat’thaah.
- ‘Ikramah bin Abi Jahl, memerangi Musailamah di Yamamah.
- Di belakang ‘Ikrimah disusul oleh tentara Syurrahu Bail ibn Hasanah.
- Al-Muhajir ibn Abi Umayah ke Yaman, menaklukan Aswad Al-‘Insyi.
- Huzaifah ibn Muhsin menaklukan negeri Daba di ‘Umman.
- ‘Arfajah ibn Harstamah ke negeri Muhrah.
- Suaid ibn Muqrin ke Tihamah di Yaman.
- Al-‘Ula ibn AL-Hadramiy ke Bahrein.
- Thuraifah ibn Hajiz ke negeri Bani Sulaim dan Hawazin.
- ‘Amru ibn Al-‘Ash ke negeri Qudha’ah.
- Khalid ibn Sa’id ketanah-tanah tinggi Syam.
Dengan hati yang teguh dan kesetiaan
kepala-kepala perang, di dalam masa yang tidak lama, seluruh pemberontakan dan
huru-hara, yang ditimbulkan oleh beberapa orang yang mengakui dirinya sendiri
jadi Nabi, atau yang hendak mencari keuntungan diri, memecahkan persatuan agama
telah dapat disapu bersih. Dan seluruh jazirah Arab bersatu kembali di bawah
satu bendera. Bendera itu salah stu dari pada jasa dan kebesaran yang tak dapat
dilupakan oleh tarikh tentang diri Khalifah Rasulullah.
PENAKLUKAN
PARSI
Setelah aman huru-hara dalam negeri,
Khalifah Rasulullah menghadap ke luar negeri, menaklukan Parsi (Iran). Untuk
itu diangkatnya kepala perang besar yang mahsyur Saifullah Khalid ibn Al-Walid.
Penyerangn Khalid telah berhasil masuk dari negeri Parsi, sejak dari pinggir
sungai Furat, sampai ke Ubullah, melingkungi Syam, Irak dan Jazirah, demikian
juga sebelah Timur sungai Furat. Dibeberapa tempat pahlawan besar itu telah
bertempur dengan tentara-tentara Parsi, Rum dan Arab yangmasih belum masuk
kepada persatuan besar ini. Namanya kian menakutkan musuh. Namanya lebih dahulu
telah menggeherkan tempat yang belum dimasukinya. Kalau suatu negeri
ditaklukannya, disana ditanamnya seorang
amir yang akan mengatur khiraj (cukai) dari ahli dzimmah. Namanya sangat dipuji
oleh musuhnya sebab orang tani dan pertaniannya. Lantaran itu jikalau dia masuk
ke negeri Arab yang masih dibawah bendera (protectorat) Parsi, orang disana lebih
suka diperintahnya dan belot dari pemerintahan yang lama, sedang agama mereka
tidak diganggu. Sebab orang Arab disana memeluk agama Masehi. Kalau terjadi
perang tanding, menjadi kehinaan besar baginya kalau perang itu hanya
bertentangan urat leher dari jauh menghabiskan tempo, dia lebih suka kepada
permainan tombak, bertanding kepahlawanaan, terutama dengan kepala-kepala kaum
itu. Sebab dengan demikian, tempo perang dapat disingkatkan.
Temanya Iyadh telah dapat menguasai
Daumatul Jandal sampai ke Irak. Di hiirah kedua kepala perang yang gagah
bertemu.
Menaklukan
Syam
Setelah itu
Abu Bakar mengirim surat kepada penduduk Mekkah Thaif, Yaman dan sekalian
negeri Arab sampai ke Nejd dan seluruh Hijaz, diperintahkan bersiap untuk
membentuk suatu bala tentara besar. Akan melakukan suatu peperangan yang besar
yaitu menaklukan negeri Syam pusat kerajaan Rum pada masa itu. Mendengar seruan
itu orangpun bersiap. Sebagian besar karena mengharapkan bertempur
mempertahankan agama, dan tentu tidak kurang pula yang mengharapkan harta
rampasan perang.
Sedianya peperangan di Yarmuk ini
tidaklah akan berakhir begitu menyenangkan. Karena telah berhari berpekan
peperangan di Yarmuk itu dilangsungkan, belum juga berakhir dengan baik. Sebab
tiap-tiap kepala perang itu mengendalikan tentaranya sendiri-sendiri, Panglima
perang besar untuk menyatukan komando tidak ada. Padahal orang Rum telah
bermaksud hendak keluar dari Banteng mereka melakukan serang besar. Waktu itu
datanglah Khalid dengan tiba-tiba, yakni setelah selesai menaklukan Parsi. Dia
mendapat surat dari Khalifah menyuruh lekas pindah ke Rum. Setelah tiba disitu
dikumpulkannya Panglima-panglima perang itu dan diadakannya pidato yang
berapi-api.
Baru saja tentara berada dibawah
pimpinannya, sudah Nampak alamat kemenangan, sehingga besoknya tidak ada yang
berani menggantikan lagi. Begitulah kemenangan telah diperoleh di bawah
pimpinan Khalid.
Satu cobaan besar datanglah kepada
pahlawan itu seketika perang dengan hebatnya. Surat datang dari Madinah,
menyatakan bahwa Khalifah Rasulullah wafat. Sekarang yang memerintah ialah
Umar, bukan Abu Bakar lgi. Khalid mesti berhenti memimpin perang, digantikan
Abu Ubaidah. Surat itu disimpannya saja sampai peperangan berhenti, takut
tentara akan kacau. Setelah kalah musuh dan menang kaum Muslimin, barulah dia
datang kepada Abu Ubaidah, mengucapkan salam kepada amiril jaisy Panglima
besar. Dan dengan muka gagah segala pimpinan diserahkannya, dia tetap menjadi serdadu
biasa meneruskan pertempuran ketempat-tempat yang lain.
Seketika ditanyai orang, dengan
gagah pahlawan itu berkata: “Saya berperang bukan lantaran Umar”. Laksana
Basyir pahlawan Anshar tempo hari itu mengatakan bahwa Anshar bertempur bukan
mencari megah dunia.
Lebih dari
100.000 tentara Rum binasa waktu itu.
WAFATNYA ABU
BAKAR
Pada 7 hari bulan Jumadil Akhir
tahun ketiga belas Hijrah Musthafa beliau ditimpa sakit. Setelah 15 hari
lamanya menderita penyakit itu, wafatlah beliau pada 21 hari bulan Jumadil
Akhir tahun 13, bertepatan dengan tanggal 22 Agustus tahun 634 Miladiyah.
Lamanya memerintah ialah 2 tahun 3 bulan 10 hari. Dikebumikan di kamar Aisyah
di samping makan sahabatnya yang mulia Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Rianawati.
2010. Sejarah & peradaban Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press.
Haekal.
Muhammad Husen. 2003. Abu Bakar As-Siddiq Yang Lembut Hati. Bogor: Pt.
Pustako Utera Antarnusa.
Comments
Post a Comment