Abu Bakar Ash-Shiddiq Skip to main content

my blog activity 4 February 2025

Mata ini perlahan mulai membuka, aku mulai bangun. Aku berjalan menuju ruang tamu. Jarum jam membentuk angka 05.30 pagi, diawali cuaca dingin disertai hujan. Hari-hari yg biasa di mulai dengan jalan pagi dan membaca buku, terpaksa jalan pagi di tunda menjadi work out. 06.30 aku baru selesai workout. Terasa banget lelah nya guys. "Pasti air sungai nya dingin banget" gumam ku. Benar saja air nya dingin, dan aku bergegas menyelesaikan mandi ku. Tak lama, perut terasa mules sehingga aku harus ke kamar mandi. Sudah pukul 06.30, "ah gimanaa ini, mana belum selesai siap-siap". Aku bergegas untuk body care dan skincare. Nggak sempat sarapan, sebagai gantinya aku bawa kue bolu ukuran besar dan tak ketinggalan vitamin harian ku ku bawa. Sesampai kantor, aku bergegas makan kue dan minum vitamin ku dan langsung ke aktivitas sehari-hari ku di kantor.

Abu Bakar Ash-Shiddiq



ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

                            sumber gambar: Databio.Net

RIWAYATNYA
            Abu Bakar ibn Abi Quhafah, turunan Bani Taim ibn Murrah, Ibn Ka’ab, ibn Luai, ibn Khalib Alqurasy. Pada Murrah bertemulah nasabnya dengan Rasul. Ibunya Ummul Khair Salma binti Shakhr ibn ‘Amir, turunsn Taim ibn Murrah juga. Dia lahir pada tahun keduanya dari tahun gajah; dua tahun lebih tua Rasulullah dari padanya.
            Sejak mudanya telah mahsyur budinya yang tinggi dan perangainya yang terpuji. Dia mampu, sanggup menyediakan segala keperluan rumah tangganya dengan usahanya sendiri. Sebelum Rasulullah diutus, persahabatan mereka telah karibjuga. Tatkala telah di tetapkan beliau menjadi Nabi, maka Abu Bakarlah laki-laki dewasa yang mula-mula sekali menyatakan iman.
            Rasulullah paling sayang dan cinta kepada sahabatnya itu, kerena dia adalah sahabat yang setia dan hanya satu-satunya orang dewasa tempatnya musyawarah diwaktu perjuangan dengan kaum Quraisy sangat hebatnya.
            Tiap-tiap orang besar mempunyai kelebihan sendiri, yang akan diingat orang bila menyebut namanya. Abu Bakar masyhur dengan kekuatan kemauan, kekerasan hati, pemaaf tetapi rendah hati, dermawan dan berani bertindak lagi cerdik.
            Di dalam mengatur pemerintahan, meskipun tidak lama,mahsyur siasatnya yang mempunyai semboyan keras tak dapat dipatahkan, lemah lembut tak dapat disudu. Hukuman belum dijathkan sebelum pemerikasaan memuaskan hatinya, sebab itu diperintahkannya kepada wakil-wakilnya di tiap-tiap negeri supaya jangan tergesa menjatuhkan hukum. Salah satu menghukum seseorang hingga tidak jadi terhukum, lebih baik daripada salah hukum yang menyebabkan yang tidak bersalah sampai terhukum. Meskipun sukar hidupnya, kecuali beberapa orang sahabatnya yang karib yang senantiasa memperhatikan dirinya, sebagai Umar. Setelah dia diangkat menjadi Khalifah, bebearapa bulan dia masih meneruskan perniagaannya yang kecil itu. Tetapi kemudian ternyata rugi, sebab telah menghadapi urusan negeri, sehingga dengan permintaan orang banyak, perniagaan itu dihentikannya dan dia mengambil kadar belanja tiap hari dari kas negeri.

MENJADI KHALIFAH
            Rasulullah memegang dua jabatan, pertama menyampaikan kewajiban sebagai sebagai orang suruhan Tuhan. Kedua bertindak selaku kepala kaum Muslimin. Kewajiban pertama telah selesai seketika ia menutup mata, tetapi kewajiban yang keddua, menurut pertimbangan kaum muslimin ketika itu perlu disambung oleh yang lain, karena suatu ummat tidak dapat tersusun persatuannya kalau mereka tidak mempunyai pemimpin. Sebab itu perlu ada gantinya (khalifahnya).

MUSLIMIN TERKEJUT KARENA KEMATIAN RASULULLAH
            Rasulullah telah berpulang ke sisi Tuhannya pada 12 Rabiulawal tahun 11 Hijri (3 Juni 632 M.). Subuh hari itu Rasulullah Sallallahn 'alaihi wasallam merasa sudah sembuh dari sakitnya. la keluar dari rumah Aisyah ke mesjid dan ia sempat berbicara dengan kaum Muslimin. Dipanggilnya Usamah bin Zaid dan diperintahkannya berangkat untuk menghadapi Romawi.
Setelah tersiar berita bahwa Rasulullah telah wafat tak lama setelah duduk-duduk dan berbicara dengan mereka, mereka sangat terkejut sekali. Umar bin Khattab yang berada di tengah-tengah mereka berdiri dan berpidato, membantah berita itu. Ia mengatakan bahwa Rasulullah tidak meninggal, melainkan sedang pergi menghadap Tuhan seperti halnya dengan Musa bin Imran, yang menghilang dari masyarakatnya selama empat puluh malam, kemudian kembali lagi setelah tadinya dikatakan meninggal. Umar terus mengancam orang-orang yang mengatakan bahwa Rasulullah telah wafat. Dikatakannya bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam akan kembali kepada mereka dan akan memotong tangan dan kaki mereka.

PERANAN ABU BAKR KETIKA NABI WAFAT
            Abu Bakr sudah pulang ke rumahnya di Sunh di pinggiran kota Medinah setelah Nabi 'alaihis-salam kembali dari mesjid ke rumah Aisyah. Sesudah tersiar berita kematian Nabi orang menyusul Abu Bakr menyampaikan berita sedih itu. Abu Bakr segera kembali. la melihat Muslimin dan Umar yang sedang berpidato. la tidak berhenti tetapi terus menuju ke rumah Aisyah. Dilihatnya Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam di salah satu bagian dalam rumah itu, sudah diselubungi kain. la maju menyingkap kain itu dari wajah Nabi lalu menciumnya dan katanya: "Alangkah sedapnya sewaktu engkau hidup, dan alangkah sedapnya sewaktu engkau wafat." la keluar lagi menemui orang banyak lalu berkata kepada mereka: "Saudara-saudara! Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selalu, tak pernah mati." Selanjutnya ia membacakan
firman Allah:

"Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik belakang? Barang siapa berbalik belakang samasekali tak akan merugikan
Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Qur'an, 3. 144).
            Setelah didengarnya Abu Bakr membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah dia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Orang semua terdiam setelah mendengar dan melihat kenyataan itu. Setelah sadar dari rasa kebingungan demikian, mereka tidak tahu apa yang hendak mereka perbuat.
SATU SEGI DARI KEJIWAANNYA
            Di sini kita berhenti pula sejenak untuk melukiskan Abu Bakr dari segi psikologi dan di sini akan kita lihat pula peranannya dengan lebih jelas. Kalaupun ada di kalangan Muslimin yang akan merasa tercekam perasaannya karena meninggalnya Rasulullah seperti yang dialami Umar itu. maka Abu Bakar-lah orangnya. Dia teman dekat dan pilihan Nabi, dia yang diminta oleh Nabi berada di dekatnya dalam setiap kesempatan. Dia yang menangis ketika Nabi mengatakan: "Seorang hamba oleh Allah disuruh memilih tinggal di dunia ini atau di sisi-Nya, maka ia akan memilih di sisi Allah," dan dia pula yang mengatakan ketika mendengar kata-kata itu dengan air mata yang sudah tak tertahankan: "Kami akan menebus Tuan dengan jiwa kami dan anak-anak kami." Tetapi keterharuannya dengan berpulangnya Rasulullah itu tidak sampai membuatnya kebingungan seperti yang terjadi pada Umar. Begitu ia yakin bahwa Rasulullah sudah berpulang, ia keluar dan berpidato di depan orang banyak seperti sudah kita baca tadi.
KEKUATAN JIWA DAN PANDANGANNYA YANG JAUH KE HARI DEPAN
            Kata-kata yang diucapkannya serta ayat Qur'an yang dibacakannya untuk meyakinkan orang, menunjukkan adanya suatu kekuatan dalam dirinya dalam menghadapi kenyataan. Ini yang menyebabkannya tidak sampai jatuh kebingungan dalam menerima berita yang menyedihkan seperti berpulangnya Rasulullah itu. Kekuatan jiwanya itu ditambah lagi oleh suatu sifat lain yang lebih lagi memperlihatkan keagungan dan kehebatannya, yaitu pandangannya yang jauh ke hari depan. Kedua sifat ini sungguh mengagumkan, sebab adanya justru pada orang yang begitu lemah lembut, begitu menjunjung tinggi dan begitu besar kecintaannya kepada Muhammad, melebihi cintanya pada kehidupan dunia ini dengan segala isinya.
            Kekuatan jiwa yang besar inilah yang menjadi pegangan Abu Bakar pada detik-detik yang sangat menentukan dan pelik. Saat kesedihan dan duka yang sedang menimpa kaum Muslimin karena kematian Rasulullah, itu jugalah sandarannya pada saat-saat genting berikutnya yang harus dialaminya dan dialami kaum Muslimin. Pada saat itulah Islam dan umat Islam terhindar dari bencana besar, yang kalau tidak karenanya mereka akan terjerurnus ke dalam bahaya. Sebagai akibatnya, hanya Allah yang tahu, apa yang akan menimpa mereka dan menimpa generasi berikutnya.
SESUDAH RASULULLAH, DI TANGAN SIAPAKAH PIMPINAN UMAT
            Baik Umar maupun kaum Muslimin yang ada di sekelilingnya dan yang merasa puas dengan apa yang dikatakannya bahwa Nabi sudah wafat, kecuali mereka yang tak dapat berpikir apa yang ada di balik itu, karena mereka dalam kebingungan setelah berita tersebut. Tetapi mereka yang sudah yakin akan kenyataan berita itu begitu pertama kali mereka mengetahui, tidak sampai kesedihan itu membuat mereka kehilangan akal. Keadaan Medinah sudah stabil di tangan Rasulullah dan agama pun sudah merata ke seluruh daerah. Tetapi setelah Nabi tiada, ke tangan siapakah semua itu harus berpindah, sementara pengaruh Rasulullah sudah meluas ke kawasan Arab yang lain setelah mereka menganut Islam dan sesudah Ahli Kitab yang tetap pada agama masing-masing bersedia membayar jizyah? Masih akan berlanjutkah pengaruh Medinah itu? Kalau ya, siapakah dari penduduk kota itu yang akan memegang tanggung jawab?
            Belum lagi rasulullah dikebumikan, telah timbul dua mcam pendapat. Pertama ialah menentukan pangkat khalifah itu diantara kaum keluarga Rasul yang terdekat. Pendapat ini terbagi dua pula. Pertama menentukan pangkat Khalifah itu dalam persukuan Rasul. Kedua hendaklah ditentukan dalam di dalam rumah tangganya yang sekarib-karibnya. Di waktu dia menutup mata adalah orang yang paling karib kepada pamannya (saudara ayahnya) ‘Abbas ibn Abdil Muttalib dan anak saudara ayahnya’Ali dan ‘Uqail, keduanya anak Abu Thalib. Kelebihan ‘Ali daripada ‘Abbas dan ‘Uqail ialah karena dia menjadi menantu pula dari Rasulullah, suami dari Fatimah. Kelabihannya ‘Abbas ialah, dia waris yang paling dekat kepada beliau. Artinya jika sekiranya tidakklah ada beliau meninggalkan anak dan isteri, maka ‘Abbas itulah yang akan menjadi ‘ushbah (penerima waris paling akhir) yakni kalau harta Rasul boleh diwariskan.
Pendapat kedua: Khalifah hendaklah orang Anshar.
            Setelah Rasulullah berpulanng, berkumpullah kepala-kepala kaum Anshar di dalam sebuah balairung kepunyaan Bani Sa’idah, baik Anshar pihak Aus maupun Anshar dari persekutuan Khazraj. Maksud mereka hendak memilih Sa’ad ibn ‘Ubadah menjadi Khalifah Rasulullah, sebab dialah yang paling terkepala dari pihak kaum Anshar ketika itu. Apalagi Sa’ad sendiri telah berpidato kepada mereka menganjur-anjurkan bagaimana keutamaan dan kemuliaan kaum Anshar, terutama dalam membela Rasul dan mempertahankan agama Islam, sehingga beroleh gelar Anshar, artinya pembela, tidak ada orang lain yang berhak menjabat pangkat itu melainkan Anshar. Perkataannya itu sangat mendapat perhatian dari hadirin, semuanya setuju. Tetapi salah seorang diantara yang hadir bertanya: “Bagaimana kalau saudara-saudara kita orang Quraisy tidak setuju, dan sekiranya mereka kemukakan alasan bahwa merekalah kaum kerabat yang karib dan ahli negerinya, apa jawab kita?” seorang Anshar menjawab saja dengan cepat: “Kalau mereka tidak setuju, lebih baik kita pilih saja seorang Amir dari pihak kita dan mereka pun memilih pula Amir dari pihaknya, dan kita tidak mau dengan aturan yang lain”.
Sa’ad membantah sangat pendapat itu, dia berkata: “Itulah pangkal kelemahan”.
            Pendapat ketiga ialah bahwa yang akan menjadi imam atau pemimpin dari masyarakat Kaum Muslimin itu ialah orang Quraisy. Pertama oleh karena sejak dahulu kala, orang Quraisy jugalah yang diakui oleh seluruh bangsa Arab sebagai pemimpinnya, sebab merekalah yang dipilih Tuhan menjadi pengawal Ka’bah turun-temurun. Dan setelah Rasulullah SAW. diutus Tuhan menjadi Rasul Quraisy pula penyambutnya yang pertama. Sejak Islam mulai tumbuh pemuda-pemuda pilihan dari Quraisy lah yang telah menyatakan Iman dan mengerti benar ajaran yang beliau ajarkan dan semangat yang beliau pimpinkan.
            Penganut pendapat yang ketiga ini adalah sahabat-sahabat terdekat Rasulullah SAW. terutama Abu Bakar, Umar, Utsman dan seterusnya kesepuluh sahabat yang seketika beliau hidup sangat dekat dengan beliau.

KEMARAHAN ANSAR KEPADA MUHAJIRIN
            Golongan Ansar penduduk Medinah pernah marah kepada kaum Muhajirin, karena pertama kali mereka datang sebagai tamu bersama Rasulullah, kaum Ansar jugalah yang memberi tempat perlindungan dan membela mereka. Setelah sekarang mereka dalam keadaan aman mereka mau menguasai sendiri keadaan. Demikian perasaan mereka pada masa Nabi, dan sudah wajar apabila setelah Nabi wafat hal ini akan jelas naik ke permukaan. Bahkan pada masa Nabi pun pernah terasa juga, yakni setelah Mekah dibebaskan dan sesudah perang Hunain dan Ta'if. Tindakan Muhammad memberikan rampasan perang yang cukup banyak kepada golongan "mualaf' penduduk Mekah telah menjadi bahan pembicaraan kalangan Ansar: "Rasulullah telah bertemu dengan masyarakatnya sendiri," kata mereka. Setelah hal ini disampaikan kepada Nabi, dimintanya Sa'd bin Ubadah— pemimpin Khazraj — mengumpulkan mereka. Sesudah mereka berkumpul kata Nabi kepada mereka:"Saudara-saudara kaum Ansar. Ada desas-desus disampaikan kepadaku, yang merupakan perasaan yang ada dalam hati kamu terhadap diriku, bukan? Bukankah kamu dalam kesesatan ketika aku datang lalu Allah membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan lalu Allah memberikan kecukupan kepada kamu, kamu dalam permusuhan, Allah raempersatukan kamu?"
            Mendengar itu Ansar hanya menekur, dan jawaban mereka hanyalah: "Ya benar. Allah dan Rasulullah juga yang lebih bermurah hati."Nabi bertanya lagi: "Saudara-saudara Ansar, kamu tidak menjawab kata-kataku!" Mereka masih menekur, dan tak lebih hanya mengatakan: "Dengan apa harus kami jawab, ya Rasulullah? Segala kemurahan hati dan kebaikan ada pada Allah dan Rasul-Nya juga." Mendengar jawaban itu Rasulullah berkata lagi: "Ya, sungguh, demi Allah. Kalau kamu mau, tentu kamu masih dapat mengatakan — kamu benar dan pasti dibenarkan — "Engkau datang kepada kami didustakan orang, kamilah yang mempercayaimu; engkau ditinggalkan orang, kamilah yang menolongmu; engkau diusir, kamilah yang memberimu tempat; engkau dalam sengsara, kami yang menghiburmu." Kata-kata itu diucapkan oleh Nabi dengan jelas sekali dan penuh keharuan. Kemudian katanya lagi. "Kamu marah, Saudara-saudara Ansar, hanya karena sekelumit harta dunia yang hendak kuberikan kepada orang-orang yang perlu diambil hatinya agar mereka sudi masuk Islam, sedang keislamanmu sudah dapat dipercaya. Tidakkah kamu rela Saudara-saudara Ansar, apabila orang-orang itu pergi membawa kambing, membawa unta, sedang kamu pulang membawa Rasulullah ke tempat kamu? Demi Dia Yang memegang hidup Muhammad! Kalau tidak karena hijrah, tentu aku termasuk orang Ansar. Jika orang menempuh suatu jalan di celah gunung, dan Ansar menempuh jalan yang lain, niscaya aku akan menempuh jalan Ansar. Allahumma ya Allah, rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar dan cucu-cucu Ansar." Begitu terharu orang-orang Ansar mendengar kata-kata Nabi yang keluar dari lubuk hati yang ikhlas diucapkan dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang, terutama kepada mereka yang dulu pernah memberikan ikrar, pernah memberikan pertolongan dengan satu sama saling memberikan kekuatan — sehingga orang-orang Ansar itu menangis seraya berkata: "Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian kami."

ANSAR DAN PEMBEBASAN MEKAH
            Pemberian harta rampasan perang Hunain kepada golongan mualaf bukan yang pertama kali menimbulkan kegelisahan dalam hati orangorang Ansar. Kegelisahan demikian sudah pernah timbul tatkala Mekah dibebaskan. Mereka melihat Rasulullah berdiri di Safa sambil berdoa, dan ketika mereka melihatnya sedang menghancurkan berhala-berhala, yang dalam suatu hari berhasil diselesaikannya apa yang diserukannya selama dua puluh tahun. Sekarang terbayang oleh mereka bahwa ia pasti meninggalkan Medinah, kembali ke tempat tumpah darah semula. Mereka berkata satu sama lain: "Bagaimana pendapatmu, setelah Allah memberi kemenangan, akan menetapkah Rasulullah di negerinya sendiri?" Setelah Muhammad mengetahui rasa kekhawatiran itu, ia langsung berkata: "Berlindunglah kita kepada Allah! Hidup dan matiku akan bersama kamu."

ANSAR DI SAQIFAH BANI  SA 'IDAH
            Wajar sekali dengan perasaan yang demikian itu kaum Ansar akan cepat-cepat berpikir mengenai kota mereka begitu mereka mengetahui Rasulullah sudah wafat. Adakah orang-orang Medinah dan orang-orang Arab itu akan diurus oleh kaum Muhajirin, yang ketika tinggal di Mekah dulu mereka masih lemah, tak ada tempat berlindung, tak ada pembelaan sebelum mereka diangkat oleh Medinah, ataukah akan diurus oleh penduduk Medinah sendiri, yang seperti kata Rasulullah ia datang kepada mereka didustakan orang, lalu mereka yang mempercayainya, ia ditinggalkan orang, mereka yang menolongnya, ia diusir mereka yang memberi tempat dan ia sengsara mereka yang menghiburnya. Beberapa orang dari kalangan Ansar membicarakan masalah ini. Mereka lalu berkumpul di Saqifah Banu Sa'idah. Ketika itu Sa'd sedang sakit di rumahnya. Oleh mereka diminta keluar sebagai orang yang akan menentukan pendapat di kalangan Ansar. Setelah mendengar laporan itu ia berkata kepada anaknya atau kepada salah seorang sepupunya: "Karena sakitku ini kata-kataku tak akan terdengar oleh khalayak itu semua. Tetapi teruskanlah kata-kataku biar terdengar oleh mereka."
            Oleh sebab itu mereka sangat terkejut mendengar bahwa kaum Anshar telah mengadakan musyawarah memperbincangkan yang akan mengganti Rasulullah sebelum jenazah beliau terkubur. Mereka berkeyakina bahwa Anshar, yang memang mereka akui juga memuliakan dan jasa mereka bagi Islam, tidaklah berhak buat menjabat kepala bagi seluruh Kaum Muslimin.

PIDATO  SA 'AD DI HADAPAN KAUM ANSAR
            Kemudian ia mulai berbicara. Salah seorang meneruskan kata-katanya itu kepada hadirin. Sesudah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah ia berkata: "Saudara-saudara Ansar, kamu adalah orang-orang terkemuka dalam agama dan yang mulia dalam Islam, yang tak ada pada kabilah-kabilah Arab yang lain. Muhammad 'alaihis-salam selama sekitar sepuluh tahun di tengah-tengah masyarakatnya itu mengajak mereka beribadah kepada Allah, dan menjauhi penyembahan berhala, tetapi hanya sedikit saja dari mereka yang beriman. Mereka tidak mampu melindungi Rasulullah atau mengangkat kedudukan agama, juga mereka tak dapat membela diri mereka sendiri dari kezaliman lawan yang sudah begitu merajalela. Karena Allah menghendaki kamu menjadi orang yang bermartabat, maka kamu telah diberi kehormatan dan kenikmatan.            Karunia Allah kepada kamu ialah kamu telah beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, dapat memberikan perlindungan kepadanya dan kepada sahabat-sahabatnya, sama-sama mendukungnya dalam mengangkat martabat serta memperkuat agamanya, berjuang menghadapi musuh-musuhnya. Kamu adalah orang-orang yang paling keras menghadapi musuhnya itu, baik yang datang dari dalam kalangan kamu ataupun dari luar. Sampai akhirnya kawasan Arab itu mau tak mau tunduk kepada perintah Allah, sampai ke tempat yang jauh semua tunduk menyerah, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada Rasulullah. Dengan pedang kamu orang-orang Arab itu tunduk kepadanya. Dengan kehendak Allah Rasulullah sekarang telah berpulang ke sisi-Nya, dengan senang hati terhadap kamu sekalian, Oleh karena itu Saudara-saudara, pertahankanlah kekuasaan ini di luar orang lain, karena itu memang hak kamu, bukan hak orang lain." Mendengar kata-kata Sa'd itu, serentak mereka menjawab: "Tepat sekali pendapatmu, dan kami tak akan beranjak dari pendapat itu. Kami serahkan persoalan ini ke tanganmu. Demi kepentingan kaum Muslimin engkaulah pemimpin kami." Adakah kebulatan suara ini suatu keputusan yang sudah mantap, keluar dari kehendak hati yang benar-benar sudah tak tergoyahkan lagi? Kalau memang demikian halnya tentu cepat mereka akan memberi ikrar

dan dengan ikrar atau baiat itu orang-orang akan ramai-ramai pula mendukungnya. Tetapi ternyata mereka masih berdiskusi sebelum ada yang tampil membaiat Sa'd. Di antara mereka masih ada yang berkata: "Kalau kaum Muhajirin Kuraisy itu menolak lalu mereka berkata "Kami adalah kaum Muhajirin, sahabat-sahabat Rasulullah yang mulamula, kami masih sesuku dari keluarga dekatnya, lalu dengan apa harus kita hadapi mereka dalam hal ini?" Kata-kata ini mendapat perhatian hadirin. Mereka berpendapat ini benar juga. Tadinya menurut anggapan sebagian mereka sudah tak dapat dibantah. Ketika itulah ada sekelompok orang berkata: "Kalau begitu, kita bisa mengatakan, dari kita seorang amir dan dari kamu seorang amir. Di luar ini kami samasekali tidak setuju."

PIDATO ABU BAKR YANG PERTAMA KEPADA ANSAR
            Yang dikhawatirkan Abu Bakr sikap Umar yang terlalu keras bila berbicara, sedang situasinya tidak mengizinkan cara-cara kekerasan. Yang diperlukan ialah taktik yang bijak dan pengantar yang baik. Waktu itu Abu Bakr berdiri. Setelah mengucapkan syukur kepada Allah dan mengingatkan mereka kepada Rasulullah serta risalah tauhid yang dibawanya, ia berkata: "...Orang-orang Arab itu berat sekali untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka. Kaum Muhajirin yang mula-mula dari masyarakat Nabi sendiri telah mendapat karunia Allah, mereka percaya kepadanya, beriman kepadanya, senasib seperjuangan dengan menanggung segala macam penderitaan, yang datangnya justru dari masyarakatmereka sendiri. Mereka didustakan, ditolak dan dimusuhi.
            Mereka tak merasa gentar, meskipun jumlah fhereka kecil, menghadapi kebencian dan permusuhan lawan yang begitu besar. Mereka itulah yang telah
lebih dulu menyembah Allah di muka bumi, beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka itu termasuk sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Sepeninggal Nabi, merekalah orang-orang yang paling berhak memegang pimpinan ini. Tak ada orang yang akan menentang kecuali orang yang zalim. "Dan kalian, Saudara-saudara Ansar! Siapa yang akan membantah jasa kalian dalam agama serta sambutanmu yang mula-mula, yang begitu besar artinya dalam Islam. Allah telah memilih kamu sebagai pembela {ansar) agama dan Rasul-Nya. Ke tempat kalian inilah ia hijrah dan dari kalangan kalian ini pula sebagian besar istri-istri dan sahabatsahabatnya. Posisi itu hanya ada pada kamu sekalym setelah kami.
            Karena itu, maka kamilah para amir1 dan Tuan-tuan para wazir. Kami tak akan meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah dan tak akan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan" Kami para amir dan Tuan-tuan para wazir. Kami tidak akan meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah, dan kami takkan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan. Kata-kata ini mirip sekali dengan pendapat Ansar yang mengatakan: dari kami seorang amir dan dari Muhajirin seorang amir. Kata-kata yang lebih teratur ini dan akan membawa segala persoalan ke arah yang lebih baik dan membangun. Barangkali ini pula tujuan Abu Bakr — tujuan yang sangat bijaksana dengan pandangan yang jauh. Barangkali pihak Aus pun yang tadinya masih bersaing dengan Khazraj, sekarang sudah puas menerima Abu Bakr. Dari kalangan Khazraj sendiri barangkali banyak yang tidak keberatan terhadapnya. Abu Bakar tidak menginginkan pihak Muhajirin akan memegang kekuasaan tanpa mengajak orang lain seperti yang dilakukan oleh Sa'd bin Ubadah.             Malah dimintanya Ansar sebagai para wazir, bekerja sama tanpa menyertakan yang lain, meskipun yang lain itu di beberapa bagian Semenanjung ada yang lebih kuat dan lebih banyak jumlahnya. Ia mengajak Ansar atas dasar pimpinan berada di tangan Muhajirin karena kedudukan mereka yang sudah lebih dulu dalam membela dan mendukung Rasulullah. Sudah tentu, dengan kata-kata itu mereka semua akan merasa puas, karena ini memang sudah sangat adil, dengan dasar demi kebenaran semata.

UMAR DAN ABU UBAIDAH MELANTIK ABU BAKAR
            Tetapi Umar tidak akan membiarkan perselisihan itu menjadi perkelahian yang berkepanjangan. Dengan suaranya yang lantang menggelegar ia berkata: "Abu Bakr, bentangkan tanganmu." Abu Bakr membentangkan tangan dan oleh Umar ia diikrarkan seraya katanya: "Abu Bakr, bukanlah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini."Menyusul Abu Ubaidah memberikan ikrar. "Engkaulah di kalangan Muhajirin yang paling mulia," katanya, "dan yang kedua dari dua orang dalam gua, menggantikan Rasulullah dalam salat, sesuatu yang paling mulia dan utama dalam agama kita. Siapa lagi yang lebih pantas dari engkau untuk ditampilkan dan memegang pimpinan ini!"
            Sementara Umar dan Abu Ubaidah membaiat, cepat-cepat datang pula Basyir bin Sa'd memberikan ikrarnya. Ketika itu juga Hubab bin al-Munzir berseru: "Basyir bin Sa'd! Engkau tidak patuh. Apa gunanya kau berbuat begitu. Engkau telah menyaingi kepemimpinan itu dengan sepupumu sendiri (maksudnya Sa'd bin Ubadah)." "Tidak," kata Basyir, "saya tidak mau menentang hak suatu golongan yang sudah ditentukan Allah."
BAIAT SAQIFAH OLEH AUS DAN KHAZRAJ
            Usaid bin Hudair, pemimpin Aus, sambil menoleh kepada kaumnya yang juga sedang memperhatikan apa yang dilakukan oleh Basyir bin Sa'd, berkata: "Kalau sekali Khazraj memerintah kita, maka akan tetap mereka mempunyai kelebihan atas kita dan dengan mereka samasekali kita tidak akan mendapat hak apa-apa. Maka marilah sekarang kita baiat Abu Bakar."         Ketika itu Aus segera bertindak memberikan ikrar kepada Abu Bakar, kemudian disusul oleh Khazraj yang sudah merasa puas dengan kata-kata Basyir itu; mereka juga cepat-cepat membaiat, sehingga tempat di Saqifah itu penuh sesak. Karena makin banyak orang yang datang memberi ikrar hampir-hampir saja Sa'd bin Ubadah terinjak-injak. "Hati-hati, Sa'd jangan diinjak," suara orang-orang yang pro Sa'd. "Bunuh saja dia," kata Umar. "Dia berbahaya!" dilanjutkan dengan kata-kata keras yang ditujukan kepada Sa'd. "Hati-hatilah, Umar," kata Abu Bakr mengingatkan Umar. "Dalam suasana begini perlu lebih bijaksana." Sekarang oleh kawan-kawannya Sa'd dibawa masuk ke rumahnya. Selama beberapa hari ia tinggal tii rumah. Kemudian ia diminta agar juga membaiat: "Datanglah dan baiat dia. Orang semua sudah membaiat, juga golonganmu."
TENTERA USAMAH
            Bukanlah urusan bai’at yang sulit itu saja bahaya yang menimpa ummat Islam sewafat Rasul. Tetapi baru saja tersiar kabar kematian itu seluruh pojok tanah ‘Arab, bergraklah orang-orang munafik yang hendak mencari keuntungan diri sendiri, timbullah golongan kaum murtad dan Nabi-Nabi palsu, semuanya hendak memberontak melepaskan diri dari pada persatuan Islam yang baru tegak itu. Sedang kaum Muslimin sendiri ketika itu di dalam duka cita dan kemasygulan lantaran kematian Nabi. Kaum pemberontak itu baru saja memeluk Islam, mereka belum tahu hakikat agama, masuknya keagama hanya dibondong gerakan ramai, dan tunduk kepada kekuasaan Nabi. Tentu saja setelah Nabi wafat mereka hendak belot. Ada satu golongan pula yang sudi juga mendirikan sembahyang, tetapi hendak mengeluarkan zakat lagi.
            Begitu besar bahaya yang mengancam, sedikitpun tidak kelihatan perubahan muka Abu Bakar. Ada orang mengatakan kepadanya supaya orang-orang yang tidak sudi mengeluarkan zakat itu tak usah diperangi, karena mereka masih sudi sembahyang. Dengan tegas beliau berkata: “Tidak, pendurhaka yang hendak memperbedakan sembahyang dengan zakat itu mesti kuperangi juga, walau aku akan dihambat dengan ikatan sekalipun.
            Tetapi sebelum mengatur persiapan memerangi pemberontakan-pemberontakan itu, Abu Bakar terlebih dahulu hendak menyempurnakan angkatan perang di bawah pimpinan Usamah yang usianya masih terlalu muda, baru kira-kira 17 tahun. Dia diangkat oleh Rasul menjadi kepala perang, tetapi perjalanannya diundurkan lantaran kematian Rasul. Banyak ketua-ketua Quraisy menjadi prajurit di bawah perintahnya. Demi setelah Rasul wafat, Umar meminta supaya mengirim Usamah itu diundurkan saja karena banyak yang lain yang lebih penting, atau tukar dengan Panglima yanglebih tua. Dengan gagah di mendekati Umar dan menunjukan kuasa dan kekerasannya kepada sahabatnya itu: “Celaka engkau wahai anak si Khattab, Rasulullah sendiri yang mengangkat dia, belum lama lagi dia terkubur, engkau menyuruh saya mengubah perintahnya?”
            Pemberangkatan Usamah itu dilangsungkan juga. Di pergi ketempat pemberhentian angkatan perang Usamah melepasnya berangkat. Ketika dia memberikan pesan-pesannya yang penting-penting kepada Usamah, Usamah di atas kendaraannya dan beliau berjalan kaki “Biarlah hamba turun kebawah dan paduka naik ke atas kendaraan ini,” Kata Usamah. “Tidak” jawab beliau, Belumlah akan mengapa jika kakiku kena debu beberapa sa’at di dalam menegakkan jalan Alla.”
            Setelah itu dimintanya kalau boleh Usamah mengizinkan Umar tinggal di Madinah, tidak jadi pergi berperang, karena Umar perlu benar baginya untuk teman di dakam mengatur siasat negeri. Permintaan itu dikabulkan oleh Usamah. Tidaklah mau Khalifah itu memerintahkan kepada kepala perang yang telah diserahinya pimpinan itu supaya umar jangan dibawa, melainkan dimintanya.
            Ketika mereka akan berangkat itu beliau bepidato: “Jangan khianat, jangan memungkiri janji, jangan dianiaya bangkai musuh yang telah mati, jangan dibunuh anak-anak, orang tua dan perempuan. Jangan dipotong batang kurma, jangan dibakar dan jangan ditumbangkan kayu-kayu yang berbuah, jangan disembelihi kambing, sapi dan unta, kecuali sekedar akan dimakan. Kalau kamu bertemu dengan suatu kaum yang telah menyisihkan dirinya di dalam gereja-gereja hendaklah dibiarkan saja. Jika engkau bertemu dengan suatu kaum yang bercukur tengah-tengah kepalanya dan tinggal tepinya sebagai lingkaran, hendaklah perangi! Kalau diberi orang makanan hendaklah bacakan nama Allah seketika memakannya. Hai Usamah, berbuatlah apa yang diperintahkan Nabi kepadamu sesampai engkau di negeri Qudha’ah itu, dan jangan engkau lalaikan sedikitpun perintah-perintah Rasulullah’.
Setelah dilepasnya tentara itu di Jaraf, beliau kembali ke Madinah.
            Usamah pun berangkat dan dikepung lah negeri Qudha’ah, 40 hari lamanya pertempuran hebat dengan musuh, maka diapun kembali dengan kemenangan. Tentara Qudha’ah ini bukan sedikit memberi kesan kepada musuh-musuh yang lain. Timbul perkataan, kalau sekiranya kaum Muslimin tidak mempunyai kekuatan tentu mereka tidak akan mengirim tentara ke negeri Qudha’ah lebih dahulu sebelum menaklukan yang lain.
            Akan huru-hara disegala pihak yang telah ditimbulkan oleh kaum murtad itu, yang agaknya bagai orang lain boleh mendatangkan kekusutan fikiran, oleh beliau ditunggu saja dengan tenang ketika yang baik. Ditunggunya pulang, karena disana terletak sebagian besar kekuatan. Setelah kembali dengan kemenangannya, maka Usamah dan tentaranya disuruhnya istirahat, karena beliau hendak menyelesaikan lebih dahulu kekusutan yang ditimbulkan kaum ‘Absin dan Szabyaan di luar kota Madinah yang mencoba hendak memberontak pula.
            Pimpinan kota Madinah diserahkan kepada yang lain dan beliau sendiri pergi menaklukan kedua kaum yang memberontak itu, hingga tunduk. Setelah itu barulah diaturnya tentara unutuk mengalahkan kaum-kaum perusuh pemberontak itu. Tentara itu disuruhnya berkumpul ke Zhul Qish’shah, kira-kira 15 kilometer dari Madinah, menghadap ke Nejd. Disanalah dibaginya 11 buah bendera kepada 11 orang Paglima perang:
  1. Kepada Khalid ibn Al-Walid, pergi memerangi Thulaihah ibn Khuwailid Al-Asadi di negeri Bazuakhah. Kalau telah selesai disana, teruskan mengalahkan Malik ibn Nuwairah  di negara Bat’thaah.
  2. ‘Ikramah bin Abi Jahl, memerangi Musailamah di Yamamah.
  3. Di belakang ‘Ikrimah disusul oleh tentara Syurrahu Bail ibn Hasanah.
  4. Al-Muhajir ibn Abi Umayah ke Yaman, menaklukan Aswad Al-‘Insyi.
  5. Huzaifah ibn Muhsin menaklukan negeri Daba di ‘Umman.
  6. ‘Arfajah ibn Harstamah ke negeri Muhrah.
  7. Suaid ibn Muqrin ke Tihamah di Yaman.
  8. Al-‘Ula ibn AL-Hadramiy ke Bahrein.
  9. Thuraifah ibn Hajiz ke negeri Bani Sulaim dan Hawazin.
  10. ‘Amru ibn Al-‘Ash ke  negeri Qudha’ah.
  11. Khalid ibn Sa’id ketanah-tanah tinggi Syam.
            Dengan hati yang teguh dan kesetiaan kepala-kepala perang, di dalam masa yang tidak lama, seluruh pemberontakan dan huru-hara, yang ditimbulkan oleh beberapa orang yang mengakui dirinya sendiri jadi Nabi, atau yang hendak mencari keuntungan diri, memecahkan persatuan agama telah dapat disapu bersih. Dan seluruh jazirah Arab bersatu kembali di bawah satu bendera. Bendera itu salah stu dari pada jasa dan kebesaran yang tak dapat dilupakan oleh tarikh tentang diri Khalifah Rasulullah.

PENAKLUKAN PARSI
            Setelah aman huru-hara dalam negeri, Khalifah Rasulullah menghadap ke luar negeri, menaklukan Parsi (Iran). Untuk itu diangkatnya kepala perang besar yang mahsyur Saifullah Khalid ibn Al-Walid. Penyerangn Khalid telah berhasil masuk dari negeri Parsi, sejak dari pinggir sungai Furat, sampai ke Ubullah, melingkungi Syam, Irak dan Jazirah, demikian juga sebelah Timur sungai Furat. Dibeberapa tempat pahlawan besar itu telah bertempur dengan tentara-tentara Parsi, Rum dan Arab yangmasih belum masuk kepada persatuan besar ini. Namanya kian menakutkan musuh. Namanya lebih dahulu telah menggeherkan tempat yang belum dimasukinya. Kalau suatu negeri ditaklukannya, disana  ditanamnya seorang amir yang akan mengatur khiraj (cukai) dari ahli dzimmah. Namanya sangat dipuji oleh musuhnya sebab orang tani dan pertaniannya. Lantaran itu jikalau dia masuk ke negeri Arab yang masih dibawah bendera (protectorat) Parsi, orang disana lebih suka diperintahnya dan belot dari pemerintahan yang lama, sedang agama mereka tidak diganggu. Sebab orang Arab disana memeluk agama Masehi. Kalau terjadi perang tanding, menjadi kehinaan besar baginya kalau perang itu hanya bertentangan urat leher dari jauh menghabiskan tempo, dia lebih suka kepada permainan tombak, bertanding kepahlawanaan, terutama dengan kepala-kepala kaum itu. Sebab dengan demikian, tempo perang dapat disingkatkan.
            Temanya Iyadh telah dapat menguasai Daumatul Jandal sampai ke Irak. Di hiirah kedua kepala perang yang gagah bertemu.
Menaklukan Syam
Setelah itu Abu Bakar mengirim surat kepada penduduk Mekkah Thaif, Yaman dan sekalian negeri Arab sampai ke Nejd dan seluruh Hijaz, diperintahkan bersiap untuk membentuk suatu bala tentara besar. Akan melakukan suatu peperangan yang besar yaitu menaklukan negeri Syam pusat kerajaan Rum pada masa itu. Mendengar seruan itu orangpun bersiap. Sebagian besar karena mengharapkan bertempur mempertahankan agama, dan tentu tidak kurang pula yang mengharapkan harta rampasan perang.
            Sedianya peperangan di Yarmuk ini tidaklah akan berakhir begitu menyenangkan. Karena telah berhari berpekan peperangan di Yarmuk itu dilangsungkan, belum juga berakhir dengan baik. Sebab tiap-tiap kepala perang itu mengendalikan tentaranya sendiri-sendiri, Panglima perang besar untuk menyatukan komando tidak ada. Padahal orang Rum telah bermaksud hendak keluar dari Banteng mereka melakukan serang besar. Waktu itu datanglah Khalid dengan tiba-tiba, yakni setelah selesai menaklukan Parsi. Dia mendapat surat dari Khalifah menyuruh lekas pindah ke Rum. Setelah tiba disitu dikumpulkannya Panglima-panglima perang itu dan diadakannya pidato yang berapi-api.
            Baru saja tentara berada dibawah pimpinannya, sudah Nampak alamat kemenangan, sehingga besoknya tidak ada yang berani menggantikan lagi. Begitulah kemenangan telah diperoleh di bawah pimpinan Khalid.
            Satu cobaan besar datanglah kepada pahlawan itu seketika perang dengan hebatnya. Surat datang dari Madinah, menyatakan bahwa Khalifah Rasulullah wafat. Sekarang yang memerintah ialah Umar, bukan Abu Bakar lgi. Khalid mesti berhenti memimpin perang, digantikan Abu Ubaidah. Surat itu disimpannya saja sampai peperangan berhenti, takut tentara akan kacau. Setelah kalah musuh dan menang kaum Muslimin, barulah dia datang kepada Abu Ubaidah, mengucapkan salam kepada amiril jaisy Panglima besar. Dan dengan muka gagah segala pimpinan diserahkannya, dia tetap menjadi serdadu biasa meneruskan pertempuran ketempat-tempat yang lain.
            Seketika ditanyai orang, dengan gagah pahlawan itu berkata: “Saya berperang bukan lantaran Umar”. Laksana Basyir pahlawan Anshar tempo hari itu mengatakan bahwa Anshar bertempur bukan mencari megah dunia.
Lebih dari 100.000 tentara Rum binasa waktu itu.

WAFATNYA ABU BAKAR
             Pada 7 hari bulan Jumadil Akhir tahun ketiga belas Hijrah Musthafa beliau ditimpa sakit. Setelah 15 hari lamanya menderita penyakit itu, wafatlah beliau pada 21 hari bulan Jumadil Akhir tahun 13, bertepatan dengan tanggal 22 Agustus tahun 634 Miladiyah. Lamanya memerintah ialah 2 tahun 3 bulan 10 hari. Dikebumikan di kamar Aisyah di samping makan sahabatnya yang mulia Rasulullah SAW.

DAFTAR PUSTAKA
Rianawati. 2010. Sejarah & peradaban Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press.
Haekal. Muhammad Husen. 2003. Abu Bakar As-Siddiq Yang Lembut Hati. Bogor: Pt. Pustako Utera Antarnusa.
 


Comments

Popular posts from this blog

Ilmu Komunikasi Islam

                                      Bab 2 SUMBER ILMU KOMUNIKASI ISLAM                                       sumber ilustrasi : Rubik - Okezone A.     PENDAHULUAN             Sebagai sebuah ilmu, komunikasi Islam memiliki sumber utama yang sangat potensial untuk digali, yaitu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Meskipun tidak terkumpul dalam satu tempat, tetapi bahan baku ilmu komunikasi Islam yang terdapat dibanyak tempat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sangat memungkinkan untuk memformat ilmu komunikasi Islam secara sistematis, sehingga menjadi ilmu yang mudah dimanfaatkan oleh akademisi dan masyarakat secara umum.             Selain Al-Qur’an dan As-Sunnah den...

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI ANDALUSIA

SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI ANDALUSIA                           Asbania atau Iberia yang saat ini dikenal dengan kerajaan Spanyol, semula berasal dari wilayah kekuasaan bangsa Vandal, yang kemudian oleh bangsa Arab disebut Andalusia. Andalusia pada abad ke-2 sampai dengan abad ke-5 M menjadi wilayah Kekaisaran Romawi, tetapi kemudian di taklukan oleh bangsa Vandal pada abad ke-5 M. Selanjutnya datanglah bangsa Vandal sampai ke Afrika.             Pada awalnya kerajaan bangsa Gothia ini kuat sekali, namun kemudian timbul perpecahan dikalangan bangsa itu hingga pada akhirnya kejayaan kerajaan itu memudar dan mengalami kemunduran. Setelah Raja Gothia meninggal pada tahun 710 M, dia digantikan oleh Roderick. Seorang penguasa zalim yang tidak disukai bahkan oleh rakyatnya sendiri. Sehingga para puteri Witiza bekerja sama dengan Graff Yulian yang sama-...

FAKTOR MANUSIA DALAM HUMAN RELATIONS

FAKTOR MANUSIA DALAM HUMAN RELATIONS        Selamat datang di blog saya. Kali ini saya akan memberikan informasi yang mudah-mudahan bisa membantu para pembaca dalam menambah referensi dan wawasan. ohh iyaa... jangan lupa bagi temen-temen yang ingin tulisan ini atau tulisan yang lainnya, inbox aja lewat email hikmah yah... ok langsung cek aja                                      sumber gambar: Ilmu Psikologi          Titik sentral human relations adalah manusia. dan titik sentral human relations dalam organisasi kekaryaan adalah karyawan. Manusia karyawan ini harus ditinjau dari segi manusiawinya. Untuk mempraktekkan human relations, seorang pemimpin perlu sedikit banyak mempelajari sifat tabeat manusia karyawan tadi. Meskipun tidak secara mend...