Mata ini perlahan mulai membuka, aku mulai bangun. Aku berjalan menuju ruang tamu. Jarum jam membentuk angka 05.30 pagi, diawali cuaca dingin disertai hujan. Hari-hari yg biasa di mulai dengan jalan pagi dan membaca buku, terpaksa jalan pagi di tunda menjadi work out. 06.30 aku baru selesai workout. Terasa banget lelah nya guys. "Pasti air sungai nya dingin banget" gumam ku. Benar saja air nya dingin, dan aku bergegas menyelesaikan mandi ku. Tak lama, perut terasa mules sehingga aku harus ke kamar mandi. Sudah pukul 06.30, "ah gimanaa ini, mana belum selesai siap-siap". Aku bergegas untuk body care dan skincare. Nggak sempat sarapan, sebagai gantinya aku bawa kue bolu ukuran besar dan tak ketinggalan vitamin harian ku ku bawa. Sesampai kantor, aku bergegas makan kue dan minum vitamin ku dan langsung ke aktivitas sehari-hari ku di kantor.
UTSMAN BIN
AFFAN
Ketika khalifah Umar ra menderita
sakit keras, ia pun menunjuk di adakan musyawarah untuk memilih khalifah
penggantinya kelak sepeninggalnya. Dewan terdiri dari Ali ibn Abi Thalib,
Utsman bin affan, Sa’ad bin Abi Waqas, Talhah, Zubair ibn Awwam dan Abdurahman
ibn Auf. Sahabat-sahabat yang ada dalam dewan musyawarah tersebut, posisi satu
dengan yang lainnya seimbang tidak satu yang lebih meninjol dari yang lainnya.
Sehingga cukup sulit untuk menetapkan salah seorang dia antara mereka sebagai
pengganti khalifah Umar ra.
Pada saat musyawarah, banyak yang
menghendaki Utsman bin Affan sebagai khalifah. Akhirnya beliau dipilih melalui
suara terbanyak. Beliau dikenal sebagai seorang yang dermawan, bahkan ia
menyumbangkan hartanya pada waktu Rasulullah masih hidup untuk berdakwah. Sejak
kecil ia dikenal sebagai anak yang jujur dan cerdas.
Pada saat pemerintahan, banyak
hasutan yang dilakukan untuk menjatuhkan kepemimpinan Utsman. Namun, yang perlu
dibahas ialah bagaimana ia menerapkan kebijakan setelaha Umar bin Kattab
meninggal? Serta prestasi apa saja yang telah diraih pada masa kepemimpinan
Utsman bin Affan? Itulah yang nantinya akan dibahas dalam tulisan ini.
PEMBAHASAN
KEHIDUPAN AWAL
Utsman bin Affan dilahirkan pada
tahun 573 M, pada sebuah keluarga suku Quraisy dari bani Umayyah. Moyangnya
bersatu dengan nasab nabi pada generasi kelima. Sebelum masuk islam ia
dipanggil dengan sebutan Abu Amar ia bergelar Dzu al-Nuraini, karena ia menikahi
dua putri Rasulullah saw. Ayahnya bernama Affan bin Abi al-Ash bin Umayyah dan
ibunya bernama Arwa binti Kuraiz. Abu Sofyang yang merupakan musuh kejam islam,
sebelum masuk ke dalam islam merupakan kerabat dekatnya, ia adalah sahabat nabi
yang pandai membaca dan menulis dan semenjak kecil dikenal cerdas dan jujur.
Ketika pertama kali Rasulullah menyerukan
manusia masuk islam, ia saat itu berusia 34 tahun. Pada suatu malam ia
bermimpi, seseorang memanggil dirinya “bangunlah”, engkau tiduran saja sedang
Ahmad sibuk berdakwah. Setelah bangun dari tidurnya, jiwanya tersebut penuh
dengan ketuhanan. Maka ia segera menemui nabi dan menyatakan masuk islam.
Pamannya yang bernama Hakam ketika mendengar keislamannya, segera memarahi,
bahkan sampai mencambuknya berkali-kali, tapi Utsman tetap pada keyakinannya[1].
Ia adalah khalifah ketiga yang
memerintah dari 644 (umur 69-70 tahun) hingga 656 (selama 11-12 tahun). Selain
itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu. Utsman bin affan adalah sahabat nabi dan juga
khalifah ketiga dalam khulafaur rasyidin. Ia dikenal sebagai pedagang kaya raya
dan ekonom yang handal namun sangat dermawan. Banyak umat islam di awal dakwah
islam. Ia mendapat julukan Dzunnu rain yang berarti yang memiliki dua cahaya.
Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi putri kedua dan ketiga dari
Rasulullah SAW yaitu Ruqayah dan Ummu Kalsum.
Selama masa jabatannya, Utsman
banyak menggantikan guberneur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan
menggantikannya dengan orang-orang yang lebih kredible. Namun hal ini banyak
membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk
membunuh khalifah.
Khalifah Utsman kemudian dikepung
oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramdhan hingga Dzulhijah.
Beliau diberi dua kali ultimatum oleh pemberontak, yaitu mengundurkan diri atau
dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun
ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat islam. Utsman akhirnya wafat
sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontkan berhasil
memasuki rumahnya dan dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Qur’an. Persis
seperti apa yang disampaikan Rasulullah Saw perihal kematian Utsman yang syahid
nantinya. Peristiwa pembunuhan Utsman berawal dari pengepungan rumah Usman oleh
para pemberontak selama 40 hari. Usman wafat pada hari jum’at 18 Dzulhijah 35
H. ia kemudian dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah[2].
PENGANGKATAN
MENJADI KHALIFAH
Ketika khalifah Umar ra menderita
sakit keras, ia pun menunjuk di adakan musyawarah untuk memilih khalifah
penggantinya kelak sepeninggalnya. Dewan terdiri dari Ali ibn Abi Thalib,
Utsman bin affan, Sa’ad bin Abi Waqas, Talhah, Zubair ibn Awwam dan Abdurahman
ibn Auf. Sahabat-sahabat yang ada dalam dewan musyawarah tersebut, posisi satu
dengan yang lainnya seimbang tidak satu yang lebih meninjol dari yang lainnya.
Sehingga cukup sulit untuk menetapkan salah seorang dia antara mereka sebagai
pengganti khalifah Umar ra.
Khalifah Umar pada masa sebelumnya
menghendaki Abu Ubaidah ibn Jarrah sebagai penggantinya, tetapi ia telah
terlebih dahulu meninggal dunia. kemungkinan pilihan pada awalnya jatuh kepada
Abdurrahman bin Auf, namun ia dengan tegas menyatakan tidak sanggup memikul
tanggung jawab yang sangat besar ini. Diantara kelima calon tersebut hanya
Talhah yang sedang tidak berada di Medinah, setelah Umar ra meninggal.
Abdurrahman memimpin jalannya musyawarah. Dalam musyawarah terjadi dukung
mendukung, Sa’ad mendukung Utsman, Zubair mendukung Utsman Ali sekaligus. Semua
mayoritas mendukung Utsman. Ketika Talhah tiba di Medinah, Utsman bin Affan
memintanya untuk menduduki jabatan khalifah, namun ia menolaknya bahkan ia
menyampaikan bai’atnya kepada Utsman bin Affan. Utsman bin Affan terpilih
sebagai khalifah ketiga dengan suara mayoritas[3].
PERLUASAN
WILAYAH DAN PEMBANGUNAN ANGKATAN LAUT
Pemerintahan khalifah Utsman bin
Affan adalah masa pemerintahan yang terpanjang dari semua khalifah di zaman
khulafaur rasyidin, yaitu 12 tahun, tetapi sejarah mencatat tidak seluruh masa
kekuasaannya menjadi saat yang baik dan sukses baginya. Para pencatat sejarah
membagi zaman pemerintahan Utsman menjadi dua periode, ialah 6 tahunn pertama
merupakan masa pemerintahan yang baik, dan 6 tahun terakhir merupakan masa
pemerintahan yang buru (Munawir Sjadzali, 1991: 25-27).
Selama pemerintahannya, Utsman
melanjutkan sukses para pendahulunya, terutama dlam perluasan wilayah kekuasaan
Islam. Daerah-daerah strategi yang sudah dikuasai seperti Mesir dan Irak terus
dilindungi dan dikembangkan dengan melakukan serangkaian ekspedisi militer yang
terencanakan secara tepat dan simultan di semua front. Di Mesir, pasukan muslim
diintruksikan untuk memasuki Afrika Utara. Salah satu pertempuran penting
disini ialah “Zatis Sawari’ (peperangan Tiang Kapal) yang terjadi di Laut
Tengah dekat kota Iskandariyah antara Romawi dibawah pimpinan Kaisar Contantine
dengan lascar Muslim pimpinan Abdullah bin Abi Sarah. Dinamakan perang kapal
karena banyaknya kapal-kapal perang yang terlibat. Konon terdapat 1000 buah
kapal, yang 200 kapal kepunyaan kaum Muslimin, sedangkan sisanya milik bangsa
Romawi. Tentara islam berhasil mengusir musuh-musuhya. Tentara muslim bergerak
dari kota Basrah untuk menaklukan sisa wilayah kerajaan Sasan di Irak, dan kota
Kufah, gelombang kaum muslimin menyerbu beberapa propinsi di sekitar Laut
Kaspia.
Karya besar Utsman, selain sukses
dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam hingga terbentang dari Maroko sampai Kabul
dan berhasil membangun armada angkatan laut yang tangguh adalah memperembahkan
kepada umat islam ialah susunan kitab suci al-Qur’an. Penyusunan al-Qur’an
dimaksudkan untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan serius dalam bacaan al-Qur’an,
dikisahkan selama pengiriman ekspedisi militer ke Armenia dan Azerbijan
perselisihan tentang bacaan al-Qur’an muncul di kalangan tentara muslim, yang
sebagian direkrut dari Suriah dan sebagian lagi dari Irak. Ketua dewan
penyusunan al-Qur’an ialah Zaid ibn Sabit, yang mengumpulkan tulisan-tulisan
al-Qur’an antara lain dari Hafisah, salah seorang isteri Nabi aw. Kemudian
dewan ini membuat beberapa salinan naskah al-Qur’an untuk dikirim ke
wilayah-wilayah gubernur sebagai pedoman yang benar untuk masa selanjutnya (W.
Montgomery, 1991:187) dalam buku (Rianawati,
2016)[4].
KEBIJAKAN MASA
KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
Setelah melewati saat-saat gemilang,
pada paruh terakhir masa kekuasaannya, khalifah Utsman menghadapi berbagai
pemberontakan dan pembangkangan di dalam negeri yang dilakukan oleh orang-orang
yang kecewa terhadap tabiat khalifah dan beberapa kebijaksanaan pemerintahnya,
tetapi sebenarnya kekacauan itu sudah dimulai sejak pertama tokoh ini dipilih
menjadi khalifah. Utsman terpilih menjadi kerena sebagai calon konservatif, ia
adalah orang yang baik dan shaleh. Namun dalam banyak hal kurang menguntungkan,
karena Utsman terlalu terikat dengan kepentingan-kepentingan orang Mekah,
khususnya kaum Quraisy dari pihak Umaiyah. Kemenangan Utsman sekaligus adalah
suatu kesempatan yang baik bagi sanak saudaranya dari keluarga besar Bani
Umaiyah. Oleh karena khalifah Utsman berada dalam pengaruh dominasi seperti
itu, maka satu per satu kedudukan tinggi kekhalifahan diduduki oleh
anggota-anggota keluarganya.
Tuduhan yang paling utama atas
khalifah Utsman adalah mengenai pengangkatan kerabat dan keluarganya dalam
pemerintahannya yang dianggap sebagai tindakan nepotismen dan juga pemecatan
terhadap sejumlah gubernur yang cakap. Muawiyah bin Abi Sofyan. Gubernur Syiria
adalah kerabat dekat khalifah Utsman. Ia pertama kali menjabat gubernur oleh
pengangkatan khalifah Umar dan tetap di pertahankan posisinya pada masa
khalifah Utsman. Ia telah mengangkat al-Walid bin Uqbah sebagai penguasa Kufah
menggantikan Sa’ad bin Abi Waqqas, sekalipun ketika dalam sakitnya khalifah
Umar menyampaikan pesannya agar Sa’ad tetap menjabat sebagai gubernur di
daerahnya.
Utsman tetap mempertahankan posisi
Sa’ad sesuai dengan pesan khalifah Umar, namun ketika terjadi perelisihan
antara Sa’ad dan Ibnu Mas’ud, pejabat keuangan di Kufah. Utsman melepaskan
jabatan Sa’ad dan mengangkat Walid bin Uqbah menggantikannya, bahwa Walid bin
Uqbah adalah keluarga terdekat khalifah Utsman.
Kemudian khalifah mengangkat Sa’ad
bin ‘Ash sebagai gubernur Kufah menggantikan Walid, tetapi ketika
kepemimpinannya tidak membawa kemajuan ia pun lalu digantikan oleh Abu Musa al-Asy’ary
pada tahun 654 M, sekalipun ia tidak ada hubungan darah dengan khalifah Utsman.
Kegaduha dan protes terbesar saat ituterjadi ketika Abdullah bin Sa’ad bin Abi
Sarah menggantikan kedudukan gubernur Mesir, Amru bin Ash bahwa Abdullah bin
Sa’ad bin Abi Sarah adalah saudara
sepupu Utsman namun pengangkatannya itu karena jasa dan pengabdiannya yang
besar terhadap islam. Kemenangan melawan Romawi di Afrika juga keberhasilannya
mendirikan angkatan laut yang menunjukkan kecakapan dan kecerdasan sehingga ia
pantas menerima penghargaan jabatan
gubernur.
Beberapa data di atas terebut,
penulis anggap cukup menjelaskan bahwa seandainya benar siapa yang dituduhkan
kepada khalifah Utsman bahwa ia adalah seorang nepotisme, niscaya ia akan
menutup mata dan telingan atas ketidak cakapan kerabatnya. Kenyataannya
khalifah Utsman tidak hanya memecat kerabatnya yang tidak mampu menjalankan
tugasnya, tetapi juga mematuhi hukuman terhadap kerabatnya yang melanggar
aturan syari’at agama islam sebagaimana
mestinya.
Pembebas
tugasan para pejabat dan gubernur yang sudah tua digantikan dengan generasi
yang lebih muda terbukti adanya, namun tindakan itu diputuskan oleh khalifah
bukan tanpa alasan yang tidak masuk akal, akan tetapi khlifah Utsman menempuh
sikap demikian itu demi kepentingan dan kemajuan islam. Sebagaimana khalifah
Umar bin Khattab telah membebas tugaskan Kholid bin Walid, Mughimb dan Sa’ad
bin Abi Waqqas, namun kebanyakan orang sampai sekarang kurang memberikan
kebijaksanaan khalifah Utsman tersebut.
Selanjutnya khalifah Utsman dituduh
penguasa yang boros dan banyak korupsi uang negara untuk diberikan kepada
kerabatnya. Tuduhan seperti itu juga tidak beralasan dan sungguh-sungguh palsu.
Khlifah Utsman pada awalnya adalah orang yang terkenal kaya raya dan mempunyai
harta yang banyak, ia seorang pengusaha yang terkaya di Arabia, karenanya ia
sering disebut dengan Al-Gham (jutawan). Pada masa Nabi, khalifah Utsman
menyumbangkan hartanya dalam jumlah yang besar. Seluruh hartanya disumbangkan
demi kepentingan dan perjuangan islam, sehingga tidak tersisisa, kecuali dua
ekor unta yang digunakannya sebagai kendaraan untuk melaksanakan haji.
Berikut ini adalah kutipan perkataan
khalifah Utsman menjawab tuduhan tersebut sebagaimana diriwayatkan Thabari
“Pada saat pemerintah dipertanyakan kepadaku, aku adalah pemilik harta yang
kaya, sekarang ini saya tidak memiliki apa-apa kecuali dua ekor unta sebagai
kendaraan haji, sekalipun demikian saya dituduh telah meng-anak emaskan kerabat
saya, hingga mereka menjadi kaya raya, sekalipun benar aku mencintai mereka,
namun sekalipun aku tidak pernah membiarkan mereka mengambil hak-hak orang
lain. Aku memungut kewajiban pajak atas mereka. Jika aku benar aku sangat
mencintai mereka, maka apapun yang aku berikan kepadanya adalah semata-semata
berasal dari harta milikku sendiri. Dalam hal harta negara (Baitul Mal),
prinsip bagiku berpantangan mengambilnya demi kepentingan diriku maupun untuk
kepentingan keluarga.
Berdasarkan kutipan pernyataan
khalifah Utsman di atas, jelaslah bahwa khalifah Utsman tidak mengambil apapun
dari Baitul Mal untuk kepentingan pribadinya atau kerabat dekatnya selain untuk
kepentingan umat islam. Ketika tuduhan-tuduhan tersebut tersebar luas, khalifah
menyampaikan pengumuman agar masyarakat datang ke Madinah pada musim haji itu,
pejabat, pemerintah juga para gubernur hadir, tapi tak seorangpun yang
menyampaikan kepada khalifah. Dari hal ini dapat pula diketahui bahwa tuduhan
yang dilontarkan pada khalifah Utsman hanyalah merupakan hasutan belaka yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Kemudian khalifah membentuk sebuah wadah dewan
gubernur untuk memikirkan bagaimana cara mengatasi hasutan tersebut, dengan
kesepakatan bulat dewan itu memutuskan agar khalifah menindak tegas para
penghasut, namun khalifah tidak mengabulkan keputusan tersebut. khalifah tidak
menghendaki terjadi pembunuhan terhadap banyak orang semata-mata karena
penghasutan yang berkaitan kepada dirinya. Sekalipun sifat dan tingkah laku
yang ini ada pada dirinya, namun masyarakat masih salah paham terhadap diri dan
tindak tunduk sang khalifah[5].
Usman bin Affan dipilih menjadi
khalifah ketiga oleh keenam sahabat Nabi. Ia adalah sosok yang lebih lemah
dibandingkan pendahulunya, namun selama enam tahun pertama pemerintahannya, ummah
terus mencapai kemakmuran. Usman memerintah dengan baik dan umat islam kembali
menaklukan wilayah baru. Mereka merebut Cyprus dari tangan Byzantium, sehingga
akhirnya mengusir mereka dari Mediterania Barat, dan Afrika Utara para tentara
menjadi Tripoli di tempat yang sekarang menjadi Libya. Di Timur, tentara Muslim
menundukkan Armenia, Kaukasus, dan menegakkan hukum Islam sampai sungai Oxus di
Iran, Herat di Afghanistan, dan Sind di anak benua India.
Akan tetapi (Karen
Armstrong, 2002), walaupun
mendapat berbagai kemenangan tersebut, para tentara menjadi tidak puas. Mereka
telah mengalami perubahan besar-besaran. Selama lebih dari sepuluh tahun mereka
telah menukar kebiasaan nomaden yang keras dengan gaya hidup serdadu
professional yang amat berbeda. Mereka menghabiskan waktu untuk berperabf di
musim panas maupun musim dingin, jauh dari jumlah kota-kota garnisum. Jarak
menjadi begitu jauh sehingga perjuangan yang dilakukan menjadi lebih
melelahkan, dan mereka mendapatkan harta rampasan lebih sedikit daripada
sebelumnya. Usman masih menolak untuk mengizinkan para komandan dan keluarga
terkaya di Mekah untuk membangun tempat tinggal pribadi di negara-negara
seperti Irak, dan ini membuatnya tidak populer, terutama di Kufah dan Fustat.
Usman juga mengucilkan kalangan muslim Madinah dengan memberikan pos-pos paling
bergengsi kepada anggota klan Umayyah-nya sendiri. Mereka menuduhnya melakukan
nepotisme, walaupun banyak para pejabat Umayyah adalah orang-orang dengan kemampuan
yang hebat.
Pada tahun 656 M, ketidakpuasan
tersebut mencapi puncaknya dalam pemberontakan. Sekelompok tentara Arab dari
Fustat kembali ke Madinah lalu menuntut hak mereka, dan saat mereka tidak
memperoleh apa yang diinginkan, mereka menyerang rumah Usman yang sederhana,
memaksa masuk, kemudian membunuhnya. Para pemberontak itu kemudian mengangkat
Ali sebagai khalifah baru[6].
(Philip K. Hitti, 2006)Usman memerintah selama dua belas
tahun dan mati terbunuh oleh kaum muslim pada suatu pemberontakan. Ali
(656-661), pengganti Usman, diakui oleh hampir seluruh dunia islam, namun
demikian tidak berapa lama kemudian timbul suatu partai yang menentang dirinya.
Sejak ini kesulitan dalam soal penggantian khalifah dan berbagai perselisihan
dimulailah. Lima tahun kemudian Ali mati terbunuh dengan sebilah pedang beracun[7].
KESIMPULAN
Utsman bin Affan dilahirkan pada
tahun 573 M, pada sebuah keluarga suku Quraisy dari bani Umayyah. Moyangnya
bersatu dengan nasab nabi pada generasi kelima. Sebelum masuk islam ia
dipanggil dengan sebutan Abu Amar ia bergelar Dzu al-Nuraini, karena ia
menikahi dua putri Rasulullah saw. Ayahnya bernama Affan bin Abi al-Ash bin
Umayyah dan ibunya bernama Arwa binti Kuraiz. Abu Sofyang yang merupakan musuh
kejam islam, sebelum masuk ke dalam islam merupakan kerabat dekatnya, ia adalah
sahabat nabi yang pandai membaca dan menulis dan semenjak kecil dikenal cerdas
dan jujur.
Dalam pengangkatannya sebagai
khalifah, Utsman dipilih melalui dewan yang dibentuk oleh Umar bin Kattab yang
beranggotakan 6 orang sahabat nabi, sebelum akhirnya Umar meninggal dunia.
Utsman menjabat selama 12 tahun dan merupakan khalifah yang menjabat paling
lama diantara khulafaur rasyidin lainnya. Selama 6 tahun awal kepemimpinan,
banyak prestasi gemilang yang diraihnya. Pretasi tersebut ialah beliau dapat
menaklukan wilayah hingga Afrika Utara serta berhasil menyelesaikan pembukuan
al-Qur’an untuk pertama kalinya.
Kebijakan yang dilakukan oleh Utsman
bin Affan ketika itu ialah banyak gubernur yang diturunkan, kemudian digantikan
oleh pejabata yang kredibel. Hal ini merupakan salah satu kebijakan yang tidak
disukai oleh masyarakat pada waktu itu. Bahkan dalam pemerintahan di dalamnya
terdapat adanya tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Ketidakpuasan
tersebut mencapi puncaknya dalam pemberontakan. Sekelompok tentara Arab dari
Fustat kembali ke Madinah lalu menuntut hak mereka, dan saat mereka tidak
memperoleh apa yang diinginkan, mereka menyerang rumah Usman yang sederhana,
memaksa masuk, kemudian membunuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen. 2002. Islam
Sejarah Singkat. Yogyakarta: Penerbit Jendela.
K. Hitti, Philip. 2006. Sejarah
Ringkas Dunia Arab. Yogyakarta: Penerbit Iqra.
Ma’ruf. 2016. Sejarah Peradaban
Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press.
Rianawati. Sejarah Peradaban
Islam. Pontianak: STAIN Pontianak Press.
[1]
Rianawati, Sejarah Peradaban Islam, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2016)
hlm. 99-100
[2]
Ma’ruf, Sejarah Peradaban Islam, (Pontianak: STAIN Pontianak Press). hlm. 116-120
[3]
Ibid. hlm. 125-126
[4]
Rianawati, Sejarah Peradaban Islam, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2016)
hlm. 101-102
[5]
Ma’ruf, Opcit hlm. 127-132
[6]
Karen Armstrong, Islam Sejarah Singkat, (Yogyakarta: Penerbit Jendela, 2002),
hlm. 39-41
[7]
Philip K. Hitti, Sejarah Ringkas Dunia Arab (Yogyakarta: Penerbit Iqra, 2006),
hlm. 71
Comments
Post a Comment